Sebagai negara agraris, Indonesia punya kekayaan hasil alam yang melimpah. Akan tetapi, hasil alam itu ternyata tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Akibatnya, untuk mencukupi pasokan pangan, pemerintah harus mengimpor dari negara lain. Sedikitnya, ada 7 bahan pangan di dalam negeri ini yang kebutuhannya harus dipenuhi dari impor yang volumenya terus meningkat tiap tahun.
Ketua Umum Masyarakat Agribisnis dan Argoindustri Indonesia (MAI), Fadel Muhammad menyebut, sejak tahun 2004, Indonesia terus mengimpor beras. Bahkan pada tahun 2011, impor beras mencapai 1,8 juta ton. Sedangkan tahun 2012 ini turun menjadi 400ribu ton. “Volume dan nilai impor gandum adalah yang terbesar dari sejumlah bahan pangan yang diimpor Indonesia,” ujar Fadel kepada politikindonesia.com, usai menghadiri acara diskusi bertema bertema "Menuju Tata Kelola Pangan Bersendikan Kemandirian, Kerakyatan dan Keadilan", di Jakarta, Jumat (14/12).
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan ini menerangkan, pemenuhan kebutuhan pangan Indonesia melalui impor karena pemenuhan suplai dalam negeri terus berkurang. Faktor inovasi menjadi salah satu penyebab produktivitas produksi pangan Indonesia rendah.
“Kami terus mendorong upaya pengembangan industri dan pengolahan pangan dengan tujuan secara bertahap menghilangkan ketergantungan pada impor pangan serta membangun kemandirian dan menegakan kedaulatan pangan,” ujar dia.
Sebenarnya, sambung Fadel, jika pembangunan tata kelola pangan yang bersendikan kemandirian, kerakyatan dan keadilan dilakukan dengan konsisten, maka swasembada pangan adalah sebuah keniscayaan. Efek berantai dari swasembada pangan ini akan memberikan peluang kesempatan dan penyerapan tenaga kerja yang cukup besar, terutama di kawasan pedesaan.
“Jika mencermati kualitas hasil pembangunan Indonesia selama 8 tahun belakangan ini, nampak aspek keadilan dan kerakyatan kurang mendapat tempat dalam perumusan dan implementasi kebijakan pembangunan nasional. Ini menunjukan ketimpangan pembagian kue ekonomi nasional yang terus meningkat,” ujar dia.
Pada acara yang sama, pengamat pertanian, Bustanul Arifin mengemukakan, kesalahan pola pembangunan pertanian yang telah berlangsung sejak lama, membuat ketergantungan pada bahan pangan impor tidak dapat dihindari. Pertanian merupakan landasan atau pondasi dari pertumbuhan ekonomi dan pemerintah harus berpikir komprehensif dalam membangun pertanian.
“Pemerintah diharapkan meningkatkan sektor pertanian mulai dari hulu seperti lahan, input, kredit, infrastruktur, pemberdayaan manusia hingga ke hilir yakni industri yang menimbulkan nilai tambah dan efisiensi bagi petani. Selain itu, pemerintah tidak hanya berbicara fisik atau hasil produksi pertanian," katanya.
Ditambahkan, kesejahteraan petani merupakan masalah utama yang harus menjadi prioritas. Meningkatkan produksi bukan suatu pekerjaan yang sulit, pengembangan teknologi baru dengan varietas unggul serta membudidayakannya merupakan salah satu cara meningkatkan produksi.
“Jika pemerintah pusat bisa melaksanakannya, tinggal mendesain sedemikian rupa kebijakan itu agar bisa dilaksanakan di pemerintah daerah. Swasembada merupakan target yang sulit dilakukan, namun yang paling penting adalah menyejahterakan petani, sebab swasembada hanya ekspor, impor dan masalah produksi,” jelasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved