Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengeluarkan Permen 30/2012 tentang usaha perikanan tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI). Peraturan tersebut sebagai upaya mendorong investor dalam negeri melakukan usaha penangkapan ikan di laut lepas. Tujuannya, agar jumlah produksi perikanan mengalami peningkatan sehingga mampu berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Direktur Jenderal (Dirjen) Perikanan Tangkap KKP Heryanto Marwoto mengatakan, Permen ini mengatur usaha penangkapan ikan, baik kecil dan besar agar sesuai dengan pemanfaatan sumber daya ikan yang berkelanjutan. Sehingga mampu meningkatkan kapal-kapal Indonesia di perbatasan wilayah RI dengan kapal-kapal asing.
“Jadi Permen ini bisa meningkatkan jumlah kapal-kapal Indonesia di laut lepas, maka akan terjadi daya saing produksi guna meningkatkan produktifitas usaha perikanan tangkap," katanya kepada politikindonesia.com seusai menghadiri acara Sosialisasi Permen 30/2012 tentang usaha perikanan tangkap di WPP-NRI, di Jakarta, Kamis (14/02).
Menurutnya, aturan ini mendorong terjadi alih teknologi dalam hal penangkapan dan pengolahan hasil tangkapan. Semua itu bisa dilakukan dengan menempatkan sumber daya manusia (SDM) Indonesia di atas kapal. Sehingga teknologi yang tinggi itu bisa benar-benar mampu meningkatkan produksi perikanan.
"Dari pertimbangan ekonomis, aturan ini akan mengoptimalkan produksi hasil penangkapan ikan ZEEI di luar 100 mil. Sehingga mampu mengurangi beban biaya BBM dan mengefektifkan hari kerja operasional kapal penangkap ikan," ungkapnya.
Dijelaskan, salah satu insentif yang ditawarkan adalah dengan pengaturan kapal penangkap ikan berukuran di atas 1.000 gross ton (GT) dengan alat tangkap Purse Seine yang dioperasikan secara tunggal di WPP-NRI. Sedangkan, dampak pengoperasian kapal diatas 1.000 GT terhadap nelayan kecil yang menggunakan kapal berukuran kurang dari 30 GT tidak berbenturan karena wilayah operasinya berbeda.
“Aturan ini juga bisa meningkatkan pengendalian dan pengawasan transhipement dalam rangka pengelolaan sumber daya ikan yang bertanggungjawab. Karena bisa mendaratkan ikan hasil tangkapan diluar pelabuhan pangkalan di dalam dan luar negeri. Kebijakan itu, dilakukan dalam rangka pendataan sumber daya dan untuk mengantisipasi kegiatan penangkapan ikan yang melebihi kuota yang telah ditetapkan organisasi internasional," tuturnya.
Sementara itu, Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP, Syahrin Abdurrahman menambahkan, Permen yang baru ini makin mencegah kemungkinan terjadinya illegal fishing oleh kapal ikan asing (KIA) yang selama ini melakukan penangkapan di ZEEI dekat dengan perbatasan dengan negara tetangga.
“Diharapkan dengan kehadiran kapal kapal perikanan 1.000 GT ini akan menangkal illegal fishing. Permen ini seperti pisau bermata dua, menangkal ke dalam dan ke luar," tegasnya.
Dia memaparkan, untuk penangkalan ke dalam bisa dilakukan dengan memeriksa kepatuhan kapal kapal perikanan 1.000 GT ke atas dengan alat tangkap purse seine yang beroperasi di wilayah lebih dari 100 mil laut. Oleh karena itu, aturan ini diperlukan penguatan kapasitas dan kapabilitas PSDKP.
“Hal itu bertujuan, selain agar mampu melaksanakan pemantauan kapal perikanan dengan menggunakan sistem pemantauan kapal perikanan yang telah dimiliki KKP saat ini. Tapi juga untuk melaksanakan pengawasan langsung di lapangan secara memadai. Karena hingga saat ini bukti elektronik belum dapat digunakan sebagai barang bukti di pengadilan dalam menangani tindak pidana bidang perikanan," ucapnya.
Syahrin menjelaskan, pihaknya hanya memiliki 26 kapal pengawas. Dimana, 14 di antaranya umur sudah lebih dari 10 tahun. Kemampuan Indonesia memang terbatas di mana prioritas vokal area antara lain di Laut China selatan (perairan natuna), Laut Sulawesi dan kawasan kantung ikan di Laut Arafuru. Sementara, jumlah kapal penangkap ikan kategori purse seine sebanyak 1.373 unit atau 33,14 persen dari seluruh jumlah kapal penangkap ikan dan hanya 1 unit kapal berukuran di atas 700 GT.
“Kapal penangkap ikan kategori purse seine beroperasi di perairan Indonesia dan ZEEI dan belum ada yg beroperasi di laut lepas. Jumlah kapal yang beroperasi di ZEEI sebanyak 492 unit dan di perairan kepulauan dan teritorial sebanyak 881 unit.
Pada kesempatan yang sama, Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) Saut P. Hutagalung mengungkapkan, dengan adanya Permen ini akan lebih mendorong industrialisasi perikanan. Di antaranya memberikan insentif tambahan alokasi, prioritas pemanfaatan pelabuhan dan pemberian bongkar muat sesuai lokasi Usaha Pengolahan ikan (UPI). Semua itu diberikana kepada usaha penangkapan dan pengangkutan ikan bila melakukan usaha pengolahan ikan.
“Dibandingkan dengan Permen usaha perikanan tangkap yang berlaku sebelumnya, Permen ini dinilai dapat diterapkan lebih baik, lebih operasional dan efektif dalam mendorong industri pengolahan ikan dan ekspor produk perikanan," kata Saut.
Dengan adanya aturan ini, lanjut Saut, pihaknya akan melakukan pengawasan keselarasan dari penerapan pengeluaran perizinan untuk jenis kapal dengan UPI yang harus dibangun sesuai dengan jenis kapal yang dimiliki. Karena hubungan antara kapal dan UPI serta perizinan yang diberikan selama ini tidak pernah terbangun dengan baik," imbuhnya.
Dijelaskan, peraturan yang dikeluarkan KKP saat ini juga mengharuskan pemilik kapal berukuran 200 GT- 2.000 GT harus bermitra dengan UPI yang ada. Sedangkan bagi kapal di atas 2.000 GT harus membangun UPI sendiri. Maka, diperlukan tim terpadu yang nantinya bisa mengawal ketentuan terkait dalam pemberian perizinan untuk kapal penangkap tersebut.
“Apabila, pemilik usaha dengan kapal berkapasitas di atas 2.000 GT belum mencapai persentase minimal pembangunan fisik UPI sebagaimana yang ditentukan, maka perizinan tidak akan diberikan termasuk dalam perpanjangan," pungkasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved