Proses seleksi komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat periode 2016-2019 tengah berlangsung. Sayangnya, proses ini dinilai KNRP (Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran) berlangsung secara tidak transparan. Hal ini terindikasi dari sulitnya akses informasi mengenai orang-orang yang melamar sebagai komisioner KPI. Meski proses pendaftaran calon dilakukan secara online, data-data pelamar tidak bisa diakses online.
“Jangankan data pelamar, informasi mengenai tahapan-tahapan seleksi pun tidak diumumkan,” ujar Dosen LSPR (London School of Public Relation) Lestari Nurhayati, yang tergabung dalam KNRP dalam siaran persnya, Selas (03/05).
Menurutnya, tanpa transparansi, sulit bagi publik untuk mengawal proses seleksi tersebut. “Partisipasi publik adalah prasyarat demokrasi. Apalagi, KPI adalah wakil publik dalam penyiaran. Harapan dan dukungan publik mutlak dibutuhkan jika kita ingin KPI menjadi lembaga yang berwibawa”.
Lestari berharap tahapan selanjutnya dalam proses seleksi dilakukan secara terbuka.
Belajar dari pemilihan komisioner KPI periode 2013-2016 lalu, proses yang tertutup cenderung menguntungkan kelompok-kelompok kepentingan seperti partai politik dan pemilik media.
Laporan majalah Tempo edisi 20 Januari 2014 bertajuk “Seleksi Serampangan Punggawa Penyiaran” menujukkan adanya indikasi kecurangan dalam proses seleksi periode tersebut. Hasil uji kompentensi calon komisioner dikesampingkan sementara orang-orang yang memiliki nilai buruk dalam uji kompetensi justru diloloskan karena kedekatan dengan lembaga penyiaran atau pun partai politik.
Direktur Remotivi, Muhamad Heychael, yang juga anggota KNRP menilai, dampak proses tersebut bisa dirasakan secara langsung oleh publik hari ini, yakni lemahnya kinerja komisioner KPI.
Hasil survei Remotivi menunjukkan bahwa 94 persen publik tidak puas dengan kinerja KPI. Pasalnya, KPI tidak tegas dalam penegakan aturan penyiaran. Dalam riset yang lain, Remotivi menjukkan bahwa sanksi KPI hanya basa basi belaka, tidak menimbulkan efek jera pada pelanggar aturan penyiaran. Lemahnya penegakan aturan adalah salah satu indikasi dari lemahnya komitmen komisioner pada kepentingan publik.
Tugas berat kini ada di pundak 9 orang panitia Seleksi (Pansel) yang telah ditunjuk Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo).
Eni Maryani, Dosen Komunikasi Universitas Padjadjaran yang juga anggota KNRP menambahkan “memastikan berjalannya proses secara transparan adalah salah satu prioritas Pansel”.
“Transpransi ini bisa dilakukan setidaknya melalui 3 hal. Pertama, secara terbuka mengumumkan tahapan-tahapan proses seleksi agar publik dapat memantau tiap prosesnya. Kedua, mempublikasi data pelamar yang telah lolos seleksi administratif, sehingga publik bisa memeriksa rekam jejak masing-masing pelamar. Terakhir, menjelaskan indikator penilaian secara mendetil, sehingga publik bisa menilai sejauh apa visi kepentingan publik, yakni kompetensi dan integritas, menjadi acuan dalam proses pemilihan ini,” pungkas Eni.
Semangat yang sama juga Eni harapkan berlaku di DPR. Sebab, pada akhirnya DPR-lah yang akan memilih 9 nama dari 27 nama yang akan dihasilkan pansel lewat proses yang kini tengah berjalan. Untuk memastikan hadirnya transparansi dalam proses seleksi calon komisioner KPI periode ini, KNRP mengajak publik untuk mengawal prosesnya secara bersama. Hal ini antara lain dapat dilakukan dengan turut memberi informasi dan penilaian atas nama-nama yang diloloskan oleh Pansel ataupun DPR nantinya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved