Aparat Polres Jakarta Timur memang telah melepaskan Hendra Supriatna, pengacara Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta yang ditangkap saat mengadvokasi warga Rawamangun, Jakarta Timur, Rabu (17/12) kemarin. Namun, pihak LBH Jakarta tetap akan menempuh jalur hukum terkait dugaan penganiayaan yang dilakukan aparat.
“Besok (hari ini) akan kita laporkan pidananya ke Polda Metro Jaya, karena ini tindak kekerasan," terang M Isnur, Kepala Bidang Penanganan Kasus LBH Jakarta, kepada pers, Rabu (17/12).
Selain melaporkan dugaan pidana, LBH Jakarta juga akan melaporkan dugaan pelanggaran disiplin yang dilakukan aparat Polres Jakarta Timur.
Penangkapan, versi LBH Jakarta, bermula ketika Hendra mendatangi perwira polisi yang memimpin barisan personel Sabhara yang berjaga saat akan melakukan pengukuran tanah yang ditempati warga RT1 dan 2 RW2 di Rawamangun, Jakarta Timur, kemarin.
"Saat itu Hendra menanyakan mengenai surat tugas resmi kepolisian di sana, berapa personel yang diterjunkan, atas perintah siapa, jangan-jangan ilegal," kata Isnur.
Entah bagaimana, tiba-tiba terjadilah aksi pemukulan. Isnur mengatakan, koleganya itu memang tidak mengalami luka robek. Tapi pihaknya khawatir Hendra mengalami luka dalam di dada dan perut akibat pemukulan itu. “Hendra saat ini diperiksa dulu ke rumah sakit," kata Isnur.
Seperti diberitakan, ratusan warga di Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur, pada Rabu (17/12) siang, menghadang kedatangan petugas Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang dikawal ratusan polisi shabara berperalatan lengkap. Warga menolak pengukuran tanah untuk membatasi tanah kepemilikan warga dengan Wiliam Silitonga yang mengklaim memiliki sertifikat resmi kepemilikan di atas tanah warga itu.
Para ibu-ibu ini berdiri di barisan terdepan untuk menghadang pihak kepolisian dan BPN yang mencoba masuk ke dalam pemukiman warga yang ada di RT 2, RT 3/RW 02, Kelurahan Rawamangun tersebut.
Negosiasi sempat dilakukan selama 2 jam sejak pukul 10.00 WIB, namun menemui jalan buntu. Tak ada titik temu, karena warga tetap menolak pengukuran sedangkan polisi dan BPN tetap memaksa untuk masuk pemukiman warga. Bentrokan pun tak terhindarkan.
Polisi yang bersiap dengan tameng dan tongkat, berusaha mengusir para ibu-ibu dengan mendorong paksa agar bisa masuk ke dalam. Polisi bahkan sempat melepaskan tembakan gas air mata untuk membubarkan warga.
Dalam peristiwa ini, polisi menangkap pengacara dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Hendra Supriatna, yang menjadi kuasa hukum warga. Ia dan seorang warga ditangkap atas tudingan sebagai dalang penolakan warga terhadap pengukuran tanah yang akan dilakukan BPN.
"Hendra ditangkap setelah meminta polisi dan BPN menunjukkan surat izin resmi pengukuran tanah tersebut," kata pengacara LBH Jakarta lainnya, Hardi Firman.
Hardi mengatakan, Hendra menjadi pengacara publik warga Rawamangun yang terlibat sengketa tanah dengan William Silitonga, pihak yang mengklaim tanah warga seluas 2.900 meter persegi di tanah yang ditempati warga.
William mengklaim memiliki sertifikat resmi kepemilikan tanah di kawasan itu dan menuduh warga melakukan penyerobotan lahan. Padahal, warga telah menempati lokasi itu selama puluhan tahun dan bahkan memiliki sertifikat sah kepemilikan tanah sejak tahun 1970-an.
Direktur LBH Jakarta Febi Yonesta mengecam tindakan polisi ini. Menurut dia, peristiwa ini membuktikan bahwa polisi masih tunduk kepada mafia tanah.
Febi mengatakan, Polres Jakarta Timur sebenarnya tak memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan di lokasi yang disengketakan. Soalnya kasus yang terjadi antara Wiliam dan warga Rawamangun ini adalah kasus perdata.
“Tidak ada dasar hukumnya Pengacara LBH Jakarta yang menjadi Kuasa Hukum warga, ditangkap hanya karena menanyakan surat tugas pengukuran tanah," ujar dia.
© Copyright 2024, All Rights Reserved