Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menilai perkara pemalsuan dokumen yang disangkakan terhadap Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad tak layak dibawa ke pengadilan. Penetapan status tersangka di tengah ketegangan KPK-Polri bernuansa amat politis.
“Secara sosiologis nampaknya kurang tepat karena sebenarnya pelanggaran yang dilakukan Samad memang dilakukan puluhan ribu orang. Orang semua banyak yang pindah-pindah domisili tanpa dokumen," terang Mahfud MD kepada pers di Jakarta, Selasa (17/02).
Mahfud menyebut kasus Samad sifatnya mala prohibita, yakni perbuatan melanggar aturan hukum namun tidak menimbulkan kerugian kepada siapapun. Karena itu perkara hukum yang diduga dilakukan Samad yakni kasus pemalsuan dokumen tidak harus dibawa ke pengadilan.
"Dan dalam kebijakan hukum ada restorative justice yang dijadikan kebijakan resmi MA yakni untuk perkara yang sebenarnya bersifat ringan dan tidak merugikan masyarakat itu tidak dibawa ke pengadilan," ujar dia.
Dikatakan Mahfud lebih jauh, kasus Samad kental nuansa politis. Ia menyebut, sulit dipisahkan perkara Samad yang disidik di Polda Sulselbar dengan ketegangan yang terjadi antara KPK-Polri pasca penetapan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka.
“Samad dijadikan tersangka bisa jadi sebagai bentuk pembalasan karena dinilai sewenang-wenang menetapkan BG menjadi tersangka. Jadi secara politis ini langkah balasan," ujar dia.
Meski demikian, Mahfud menegaskan proses hukum terhadap Samad secara yuridis sudah sesuai prosedur sebab polisi sudah melakukan penyidikan dengan memeriksa saksi dan mengumpulkan alat bukti.
“Tapi menurut saya jangan sampai proses ini membahayakan masa depan penegakan hukum. Kisruh ini menurut saya sudah selesai di praperadilan. Sekarang bagaimana menyelamatkan KPK-Polri untuk menegakkan hukum," pesan Mahfud.
Seperti diketahui, Polda Sulselbar menetapkan Abraham Samad sebagai tersangka kasus pemalsuan dokumen. Polda Sulselbar bahkan telah melayangkan panggilan terhadap Samad, untuk diperiksa sebagai tersangka 20 Februari mendatang.
“AS ditetapkan sebagai tersangka pemalsuan dokumen, tersangka utamanya Feriyani Lim, AS ikut membantu memalsukan dokumen," terang Kepala Bidang Humas Polda Sulselbar Kombes Endi Sutendi kepada pers, Selasa (17/02).
Samad dijerat tindak pidana pemalsuan surat dan atau tindak pidana administrasi kependudukan sebagaimana dimaksud dalam rumusan psl 263 ayat (1) (2) subs pasal 264 psl 264 ayat (1) (2) lebih subs psl 266 ayat (1) (2) KUHP dan atau pasal 93 UU RI No 23 Tahun 2006 tentang Administrasi kependudukan yang telah dilakukan perubahan UU No 24 th 2013 dengan ancaman hukuman penjara paling lama 8 tahun denda paling banyak Rp50 juta.
Peristiwa pemalsuan dokumen izin tinggal Feriyani itu terjadi pada 2007 lalu. Kasus itu dilaporkan 29 Januari lalu oleh seseorang bernama Chairil Chaidar Said. Polisi kemudian melakukan penyelidikan, hingga akhirnya meningkatkan kasus ini ke penyidikan.
© Copyright 2024, All Rights Reserved