Politikus Indra J Pilliang menduga isu gempa 8,9 SR di Sumatera Barat yang dilontarkan oleh Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana, Andi Arief terkait erat dengan mafia tanah di wilayah tersebut.
Kata Indra, terlihat saat isu gempa mencuat sejumlah warga Sumbar di seluruh area terutama di wilayah pinggir pantai kemudian menjual tanahnya dengan harga murah.
"Hampir diseluruh area terutama di pinggir pantai, warga banyak yang pindah," katanya saat berbincang dengan situs okezone, Senin (22/08/2011).
Setelah menjual tanah dengan harga murah maka mafia-mafia tanah akan membelinya dan bahkan ada yang membeli untuk dibangun hotel.
"Saya baru tahu belakangan. Itu info dari Padang," jelas Indra.
Benarkah isu mafia tanah yang dilontarkan Indra? Tentu hanya Indra sendiri yang tahu.
Yang pasti, jika Indra mencermati, menyimak, dan memahami soal ancaman Megathrust yang mengintai Provinsi Sumatera Barat, sama sekali tak ada hubungannya dengan mafia tanah.
Sebab, sejak jauh hari Pemerintah Provinsi Sumatera Barat sudah diingatkan tentang ancaman Megathrust ini. Bahkan Pemprov Sumbar telah melakukan banyak persiapan untuk menyelamatkan warganya.
Bukan apa-apa, gempa berkekuatan 7,7 SR yang terjadi pada Senin malam, 25 Oktober 2010 di Mentawai sama sekali tidak mengurangi potensi gempa besar yang diprediksi mempunyai akumulasi tekanan bumi sampai 8.9 SR.
Sebab Megathrust ini bisa disebut sebagai gempa susulan dari gempa besar 8.4 SR yang terjadi pada 12 September 2007.
Pakar Geoteknik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) DR Danny Hilman Natawidjaja kepada politikindonesia.com di Jakarta, Selasa, 26 Oktober 2010, mengungkapkan, dari analisa US Geological Survey dan juga BMKG, potensi gempa (Megathrust) ini disebabkan oleh pergerakan patahan pada Sunda megathrust, yaitu pada bidang batas tumbukan Lempeng Hindia-Australia terhadap Lempeng Sunda.
Kata Danny, dari hasil kerjasama riset LIPI dan Earth Observatory of Singapore, episenter gempa 7.7 SR tersebut terletak di sebelah Barat dari bagian Utara sumber gempa September 2007, dan sekaligus juga di ujung Utara dari sumber gempa bawah laut yang diprediksi berpotensi mengeluarkan gempa besar sampai 8.9 SR.
Dijelaskan Danny, gempa utama 8.4 SR yang terjadi tahun 2007 sudah diikuti oleh rentetan beberapa gempa susulan besar, termasuk gempa 7.9 SR yang terjadi 12 jam setelahnya, gempa 7.0 SR yang terjadi 3 jam kemudian, dan gempa 7.0 SR yang terjadi 5 bulan setelah itu.
“Semua gempa-gempa susulan ini, termasuk yang kemarin (Senin malam,25/10/10), terjadi di sekitar wilayah patahan gempa 8.4 SR tahun 2007,” ungkap Danny yang juga Tim Ahli Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana.
Ahli geologi gempa dari Laboratory for Earth Hazard LIPI ini menegaskan, gempa 7.7 SR kemarin jelas merupakan bagian dari healing process setelah terjadi gempa 8.4 SR tahun 2007. Hanya saja, apakah gempa ini merupakan bagian dari proses yang menuju pada kemungkinan akan pecahnya sumber gempa hingga 8.9 SR dari Sunda Megathrust yang masih tersisa di bagian sebelah Utaranya.
Sementara itu, Direktur Earth Observatory of Singapore (EOS) Prof. Dr. Kerry Sieh mengungkapkan, sejak tahun 2002 di wilayah Mentawai terdapat jaringan stasiun pemantau GPS kontinyu SuGAR (Sumatran GPS Array) yang dioperasikan bersama oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dan Earth Observatory of Singapore – Nanyang Technological University.
SuGAR secara kontinyu memonitor pergerakan tektonik disepanjang pantai Barat Sumatra dan Kepulauan Mentawai.
Kata Kerry, beberapa segmen dari Sunda Megathrust sudah pecah secara beruntun selama 10 tahun terakhir ini dan menghasilkan rentetan gempa-gempa besar di sepanjang pantai Barat Sumatra.
Berdasarkan pola siklus gempa besar selama 700 tahun terakhir, ujar Kerry, para ahli percaya bahwa rentetan gempa-gempa besar ini sedang menuju klimaks.
“Akan terjadinya gempa yang jauh lebih besar, mendekati kekuatan gempa yang menyebabkan tsunami Aceh-Andaman tahun 2004. Namun, kapan persisnya hal itu terjadi, tetap masih merupakan misteri alam,” ujar Kerry.
“Gempa besar dari megathrust di bawah Pulau Siberut-Sipora-Pagai Utara tersebut bisa terjadi dalam 30 menit lagi atau 30 tahun lagi,” sambung Danny.
Lantas, apa yang salah soal ancaman Megathrust ini? Tak ada. Yang tidak tepat adalah soal penyikapannya.
Bahkan, Komunitas Siaga Tsunami (Kogami) Sumbar meminta pemerintah serius mengantisipasi ancaman Megathrust di Siberut Mentawai dengan meningkatkan pengetahuan mitigasi bencana.
"Prediksi gempa besar berkekuatan 8,9 SR dengan gulungan tsunami setinggi 10 meter telah dirasakan dan jadi pembicaraan satu tahun belakangan ini. Bahkan ahli gempa dunia mencermati ancaman gempa megathrust Siberut pasca gempa Jepang kemarin itu," ujar Direktur Eksekutif Kogami Sumbar, Patra Rina Dewi, Rabu, 15 Maret 2011 .
Tak hanya itu, Tim Sembilan yang terdiri dari ahli gempa dan ahli tsunami bentukan Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana (SKP BSB) Andi Arief sering kali mengingatkan Sumbar untuk serius menjelaskan kewaspadaan kepada masyarakatnya.
"Tim itu telah berulang kali datang ke Sumbar untuk meyakinkan pemerintah Sumbar, terutama daerah sepanjang pesisir bahwa persoalan Megahtrust Siberut harus diseriusi dan harus segera ditangani terutama masalah kesiapsigaan dan manajemen resiko bencana," kata Patra.
Kogami menilai belum ada langkah yang nyata menghadapi ancaman Megathrust Siberut tersebut. "Kurikulum siaga bencana di sekolah-sekolah di Jepang telah diterapkan sejak 20 tahun lalu, kok kita belum juga memulainya. " kata Patra.
Seperti diketahui, berdasarkan penelitian ahli geologi gempa dari Laboratory for Earth Hazard LIPI, Danny Hilman dan Prof Kerry Sieh, ancaman Megathrust itu bukanlah isapan jempol belaka.
Hasil kajian ilmiah tersebut juga telah dipresentasikan di hadapan berbagai pihak, termasuk kepada Presiden SBY dan Tim Harvard Kennedy School.
Itulah kemudian yang menyebabkan Sekretaris Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Sumbar, Husni Kamil Manik bersikap. "Hasil kajian itu perlu ditindaklanjuti dengan perumusan kebijakan."
Menurut Husni, dalam melakukan perumusan kebijakan, Pemprov Sumbar bisa mencontoh kebijakan pemerintah dalam menghadapi bencana letusan gunung berapi. Pada kebijakan tersebut, ada tahapan tindakan yang diambil pemerintah dan masyarakat.
Kata Husni, hasil penelitian pakar gempa dan tsunami itu, harusnya membuka wawasan pengambil kebijakan, bahwa fenomena alam termasuk gempa dan tsunami dapat diprediksi, walaupun tidak dapat dipastikan.
Terhadap ancaman Megathrust tersebut, bukan hanya Patra, Husni yang bersikap seperti itu.
Menurut Kepala Badan Penanggulangan Bencana Pusat (BNPB) Syamsul Maarif, jika Megathrust terjadi, bisa mengancam 669 ribu jiwa warga yang tinggal di pesisir pantai Barat Sumbar. Terbanyak itu Kota Padang.
"Jika air bah tsunami diteliti dalam model dan simulasi para ahli menjangkau daratan dalam 30 menit, itu bisa mengancam nyawa penduduk," ungkap Syamsul pada pembukaan Lokakarya dan Gladi Pos Komando Menghadapi Ancaman Gempa dan Tsunami di Hotel Pangeran Beach Padang, Rabu, 22 Juni 2010.
Kita tidak bisa lari dari Tsunami, historis yang dimiliki potensi gempa besar di Mentawai dengan siklus sekali 200 tahunan, karena pada rentang 200 tahun Mentawai atau Sumbar dari sejarahnya pernah diterjang Tsunami," ujarnya.
Dari itu, kata Kepala BNPB, pemerintah yang bertanggungjawab terhadap keselamatan masyararakat harus melakukan upaya peminimalisiran dengan pola pembangunan yang pengarusutamaan tahan gempa.
"Mulai penyiapan sarana dan prasarana, kesiapan masyarakat melakukan evakuasi sendiri yang ditujukan untuk meminimalisir korban jiwa dan kerugian harta benda,"ujarnya.
Seperti apa penyikapan masyarakat di Sumbar terhadap ancaman Megathrust? Kelompok masyarakat di daerah ini berinisiatif dan urung-rembuk membangun shelter mandiri tanpa bantuan sesen rupiah pun dari pemerintah.
Sementara, Manajer Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana (Pusdalops-PB) Sumatera Barat, Ade Edward yang juga Ketua Umum Ikatan Ahli Geologi Sumbar, mengakui memang perairan Mentawai masih punya energi untuk menimbulkan gempa yang lebih besar.
Bahkan kata Ade, sekalipun sudah terjadi ribuan rentetan gempa susulan pascagempa Sumbar September 2009 lalu, itu ternyata belum mengurangi energi gempa yang ada di sana.
Berbagai mitigasi, termasuk simulasi untuk menghadapi ancaman Megathrust terus dilakukan di Sumbar. Simulasi dilaksanakan pada wilayah pesisir pantai di Kecamatan Ulakan dan Kecamatan Sungai Limau di Kabupaten Padang Pariaman serta Kecamatan IV Jurai dan Kecamatan Sutera di Kabupaten Pesisir Selatan.
Kata Patra, kegiatan simulasi melibatkan ribuan warga yang berdomisili di pesisir pantai pada 4 kecamatan itu.
Pada simulasi, akan dibuat suasana daerah pascaguncangan gempa yang berpotensi tsunami ditandai dengan bunyi sirine sekaligus sebagai pengumuman agar warga di daerah rawan tsunami segera menyelamatkan diri ke daerah aman.
Semua pihak terkait bersama masyarakat di daerah rawan tsunami akan dituntun melakukan penyelamatan diri melalui jalur-jalur evakuasi yang sebelumnya telah dibuat Kogami bersama pihak terkait.
Jalur-jalur tersebut akan menuntun warga menuju daerah aman pada posisi ketinggian dari atas permukaan laut yang diyakini tidak terkena jika gelombang tsunami terjadi.
Memang, daerah pesisir pantai Sumbar dinilai paling berisiko terhadap bencana gelombang tsunami karena sebanyak 534.878 orang warga terdata bermukim pada zona merah tsunami.
"Warga tersebut bermukim di zona merah tsunami di kawasan pesisir Kota Padang, Pariaman, Kabupaten Pesisir Selatan, Padang Pariaman, Agam, Pasaman Barat dan Kepulauan Mentawai," ujar Patra Rina Dewi.
Warga yang bermukim di zona merah tsunami itu terbesar di Kota Padang mencapai 380.402 orang, kemudian Pesisir Selatan (36.980), Pasaman Barat (29.649), Pariaman (25.029), Padang Pariaman (24.861), Agam (20.644) dan Kepulauan Mentawai (17.313).
“Sumbar merupakan daerah dengan resiko dan potensi tsunami tinggi, berdasarkan sejarah dan hasil penelitian para ahli,” katanya.
Seperti dilansir majalah National Geographic Indonesia Edisi I, Padang mempunyai potensi risiko tertinggi di dunia jika terjadi tsunami ditinjau dari jumlah penduduk yang berada di pesisir pantai.
Tingginya risiko ini disebabkan letak geografis daerah ini berbatasan langsung dengan Samudra Hindia dan dilalui lempeng Indo Australia-Eurasia yang aktif bergerak empat hingga enam centimeter per tahun.
Pergerakan lempeng itu, jika bertumbukan atau mengalami patahan dapat memicu terjadinya gempa bumi yang berpotensi diikuti gelombang tsunami. Meskipun tidak semua gempa menimbulkan tsunami.
Apa yang dilakukan Pemda Kabupaten Mentawai menyikapi potensi Megathrust? Pihak Pemkab Mentawai telah menyusun blue-print relokasi 11 ribu warga ke lokasi aman dengan ketinggian pemukiman 25 meter dari permukaan laut.
"Ini dilakukan bersamaan dengan masa rehab-rekon bencana Tsunami Mentawai, dan pemulihan total Mentawai pasca gempa dan tsunami Mentawai 2010, "ujar Koordinator Pelaksana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Kabupaten Mentawai sekaligus Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Mentawai, Eliza Murti, Kamis, 24 Februari 2011.
Dari penelitian para ahli gempa, menurut Eliza, bagi Pemerintah Mentawai merupakan masukan untuk membuat kebijakan kesiapsiagaan agar resiko korban jiwa terhadap bencana bisa ditekan seminimalisir mungkin.
Yang pasti, melalui PP No.26 tahun 2011 pemindahan Pusat Pemerintahan Kota Padang yang dari pusat kota yang ada sekarang ke daerah bagian timur kota, tepatnya di kawasan Aia Pacah atau di eks terminal regional Bingkuang sekarang telah dikeluarkan.
Dengan ditekennya peraturan pemerintah itu, satu periode dari perjalanan menuju masa depan Padang sudah terlewati, yakni payung hukum dari bedol pusat pemerintahan.
Lantas, dimana mafia tanah bermain? Mari kita bertanya pada politisi Indra J Pilliang yang tidak terpilih untuk mewakili rakyat di Sumatera Barat menjadi anggota DPR RI.
© Copyright 2024, All Rights Reserved