Pemerintah akan mengalokasikan Rp4 triliun untuk modal awal dua badan penyelenggara jaminan sosial dalam perluasan kantor pelayanan. Masing-masing badan penyelenggara akan mendapat Rp2 triliun untuk peningkatan kualitas pelayanan dengan membuka kantor cabang di setiap kabupaten dan kota.
“Dengan berlakunya pelaksanaan sistem jaminan sosial nasioanl dimulai 1 Januari 2014 maka setiap warga negara harus mendapat pelayanan maksimal,” kata Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Bambang Purwoko di Jakarta, Minggu (24/06).
Bambang mengatakan, pada 1 Januari 2014 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan akan melaksanakan pelayanan kesehatan bagi setiap warga negara. Warga yang mampu (pekerja dan profesional) akan membayar iuran sedangkan warga yang miskin dan tak mampu akan dibayar oleh negara.
“Pada 1 Juli 2015 BPJS Ketenagakerjaan akan mulai beroperasi dan setiap pekerja yang mempunyai hubungan kerja secara formal berhak mendapat perlindungan dari risiko kerja,” kata Bambang.
Bambang menjelaskan, perlindungan yang dicakup berupa Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pensiun. Sehingga konsekwensinya BPJS Ketenagakerjaan juga harus memiliki kantor di setiap kabupaten dan kota. Sedangkan, PT Askes akan bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan dan PT Jamsostek bertransformasi menjadi BPJS Ketenagakerjaan.
Purwoko mengatakan, dalam peraturan perundangan pemerintah tidak memiliki kewajiban membayar iuran pekerja untuk ikut program jaminan sosial tenaga kerja, termasuk pada pekerja sektor informal.
"Pemberi kerja (pengusaha) yang berhak membayar iuran jaminan sosial. Terkait pekerja informal, mereka mengikuti program peserta mandiri," kata Purwoko.
Menurut Purwoko, tugas utama BPJS Ketenagakerjaan memastikan semua pekerja formal menjadi peserta karena saat ini baru sepertiga yang menjadi peserta aktif. Karena itu BPJS Ketenagakerjaan memiliki wewenang pengawasan (labor inspector) agar jumlah kepesertaan meningkat dan maksimal.
© Copyright 2024, All Rights Reserved