Dalam konflik yang mengemuka antara Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta, setidaknya ada 2 langkah prioritas yang sebaiknya dilakukan Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
Langkah pertama, menyelamatkan APBD DKI Jakarta agar segera jalan. Tentunya dengan melakukan pengecekan apakah sudah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Ini menyangkut mekanisme dan nomenklatur anggarannya. Dan ini tentu harus merupakan keputusan atas nama hukum dan tidak bisa ada negosiasi.
Tidak terlalu sulit bagi Mendagri untuk mengecek apakah mekanisme penyusunan APBD tersebut sah dan mata anggaran yang disampaikan Gubernur Ahok tersebut "bukan siluman" namun benar-benar hasil pembahasan bersama antara DPRD dan Pemerintah Provinsi.
Apa itu dana siluman? Dana siluman adalah anggaran dana yang tidak melalui pembahasan antara legislatif dan eksekutif (antara DPRD dan Pemprov).
Dana siluman bisa saja terjadi, namun tidak lazim karena anggaran dan mata anggaran terikat dalam UU maupun Perda untuk Provinsi. Pemprov maupun DPRD masing-masing memegang salinannnya untuk mekanisme kontrol.
Lain lagi dengan anggaran ganda, yakni duplikasi anggaran yang menjadi modus korupsi yang kini banyak ditemui di berbagai daerah. Pertengahan 2014, anggaran dinas pendidikan DKI dikejutkan dengan temuan anggaran ganda. Untung kepala dinasnya cepat mengantisipasi dan melaporkan sehingga dana duplikasi dikunci.
Dalam kasus APBD DKI, dana siluman APBD 2015 bisa dilihat dari yang diajukan Pemda DKI ke Mendagri. Kalau nomenklaturenya serta nilainya berubah dari apa yang sudah dibahas bersama DPRD maka dana siluman itu berasal dari Pemprov.
Apakah DPRD bisa menggolkan dana siluman? Tidak mungkin, karena DPRD bukan pihak yang langsung berhadapan dengan Mendagri dalam menyerahkan APBD yang sudah disahkan bersama.
Anggota DPRD DKI saat ini baru dilantik 25 Agustus 2014, sehingga mereka tidak terlibat dalam pembahasan APBD DKI 2014. Kalau DPRD saat ini dituding memainkan dana siluman untuk APBD 2014, terasa aneh, dan tidak ketemu celahnya sedikitpun.
Menurut saya, Ahok mungkin khilaf saat ajukan APBD DKI 2015 ke Mendagri yang bukan hasil pembahasan. Lantas, apakah harus diselesaikan dengan Hak angket? Iya. Agar masyarakat tidak menduga ada hal lain, selain khilaf. Mudah-mudahan setelah hak angket nantinya APBD DKI akan jauh lebih baik dari 2013 dan 2014 yang realisasi pendapatan dan terutama penyerapan angggarannya sangat tidak wajar.
Langkah kedua, jika ternyata terbukti Ahok memberikan APBD siluman atau memalsukan APBD DKI, menurut saya ada mekanisme sanksi yang tahapnya bisa sampai penonaktifan sementara. Langkah ini dapat diambil Mendagri agar terjadi penyelamatan APBD untuk segera dilaksanakan secepatnya.
Usulan agar kembali ke APBD 2014 menurut saya tidak tepat, karena dalam pembahasan antara DPRD dan Pemda sudah ada kesamaan pendapat dalam pembahasan APBD 2015. Skenario ini, kalau benar dugaan Ahok memberikan APBD 2015 palsu ke Mendagri.
Jika seorang kepala daerah sudah sampai tahap men-siluman-kan mata anggaran ke Mendagri padahal anggaran aslinya sudah dibicarakan antara DPRD dan Pemprov, bukan hanya hak angket di DPRD yang perlu digunakan untuk penyelidikan. Mendagri pun harus membentuk tim yang serius atas pelanggaran Ahok yang juga sangat serius ini. Kalaupun nantinya tidak ditemukan motif lain, tentunya Ahok memiliki hak untuk diaktifkan kembali.
© Copyright 2024, All Rights Reserved