Langkah nyata yang dilakukan oleh dunia internasional dalam melaksanakan kesepakatan-kesepakatan kerjasama di bidang hukum dan keamanan masih sangat rendah. Hal itu dikeluhkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat membuka konferensi Jaksa Agung ASEAN-Cina ke-tiga di Istana Negara, Jakarta, Senin (31/7).
"Kita terlalu banyak menghabiskan energi untuk membuat kesepakatan tapi tidak melihatnya diterapkan secara efektif. Karenanya, pertukaran informasi, kerjasama intelijen, kerjasama kepolisian, dan kerjasama di antara badan penegak hukum internasional sangat penting," kata Presiden.
Dalam kesempatan itu hadir Jaksa Agung RI Abdul Rachman Saleh, serta perwakilan kejaksaan dari Cina, Brunei Darussalam, Kamboja, Malaysia, Filipina, Singapura, Laos, Myanmar, Thailand, Vietnam, serta perwakilan dari Makau.
Presiden Yudhoyono mengingatkan tantangan yang dihadapi para jaksa agung di Cina dan negara-negara ASEAN adalah meningkatkan kerjasama internasional yang efektif dalam memerangi teroris.
Selain itu, bagaimanapun kuat, efisien dan begitu majunya suatu negara, tidak ada satupun negara yang bisa memerangi secara sendirian kejahatan trans-nasional seperti korupsi, perdagangan manusia, penyelundupan narkoba, dan terorisme.
Menurut Kepala Negara, ada dua strategi yang perlu dijalankan dalam memberantas terorisme, yang disebutnya sebagai salah satu ancaman keamanan utama. Setiap negara harus terus meningkatkan kemampuan badan penegak hukum dan intelijen dan terus waspada dalam memerangi terorisme dan membasmi jaringan dan kelompok-kelompok teroris.
"Tapi jangan lupa, kita tidak bisa menggunakan kekuatan kita secara `{excessive}`, jangan sampai menimbulkan rasa tidak aman pada masyarakat. Itu adalah tantangan bagi aparat keamanan kita," kata Yudhoyono.
Strategi kedua yang disebutnya adalah, negara harus meningkatkan langkah-langkah pencegahan terjadinya aksi terorisme. "Kita harus secara aktif mencari akar dan kondisi permasalahan yang punya potensi mengarah kepada terorisme," kata Presiden.
Kemiskinan, ketidakadilan, pembelajaran dan pemahaman yang salah dalam pengajaran suatu agama disebut Yudhoyono sebagai contoh-contoh faktor yang bisa menyulut meluasnya radikalisme di kalangan masyarakat.
© Copyright 2024, All Rights Reserved