Sengketa perdata atas pemberian perpanjangan Hak Guna Bangunan Nomor 26/Gelora dan 27/Gelora atas nama PT Indo Buildco dengan pemerintah kemarin diputuskan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pemerintah kalah, HGB yang disengketakan itu oleh Mejelis Hakim dianggap sah dan berdasar hukum. Justru, Surat Keputusan Badan Pertanahan Nasional 15 Agustus 1989 tentang Pemberian Hak Pengelolaan atas nama Sekretariat Negara cq Badan Pengelola Gelora Senayan menyangkut HGB 26 dan 27/Gelora yang dinilai cacat hukum.
Demikian putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam sidang gugatan PT Indo Buildco atas kasus perpanjangan HGB Nomor 26/Gelora dan 27/Gelora, Senin (8/1). Majelis hakim yang diketuai Machmud Rachimi didampingi I Ketut Manika dan Edi Risdianto memenangkan sebagian gugatan Indo Build Co. Keputusan itu diambil dalam rapat majelis hakim 2 Januari 2007.
PT Indo Buildco selaku pengelola Hotel Hilton—sekarang Hotel Sultan—menggugat Badan Pertanahan Nasional, Sekretariat Negara, Badan Pengelola Gelora Senayan (BPGS), dan Kejaksaan Agung.
Seusai sidang, kuasa hukum BPGS, Husen Adiwisastra, menyatakan banding atas vonis itu. Jaksa pengacara negara, Tyas Muharto, dari Kejagung menyatakan pikir-pikir. Akan tetapi, dia tetap ngotot bahwa PT Indo Buildco tidak bisa membuktikan asal usul tanah itu.
Muchtar Luthfi, kuasa hukum PT Indo Buildco, mengatakan, sidang perkara pidana yang sedang berlangsung di PN Jakarta Pusat harus ditangguhkan. "Putusan ini akan kami jadikan bahan pembuktian kami atas sidang pidana itu," kata Luthfi.
Ketua Tim Koordinasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Hendarman Supandji belum banyak memberi komentar atas putusan itu. "Kalau benar, saya kecewa, tetapi menghormati putusan itu," katanya.
Tim Tastipikor menangani perkara korupsi pengalihan HGB lahan Hotel Hilton. Saat ini empat terdakwanya, yakni Ali Mazi, Pontjo Sutowo, Ronny Kusuma Judistiro, dan Robert J Lumempauw, sedang diadili di PN Jakarta Pusat.
© Copyright 2024, All Rights Reserved