Penunjukan satu-satunya konsorsium perusahaan asuransi perlindungan tenaga kerja Indonesia (TKI) mengundang kritik. Kalangan perusahaan jasa TKI menduga kuat terjadi konspirasi penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang bisa bermuara pada tindak pindana korupsi dalam penunjukan tersebut.
Dugaan penyalahgunaan wewenang dan jabatan itu terjadi karena keputusan Menakertrans Muhaimin Iskandar menunjuk Konsorsium Perusahaan Asuransi Perlindungan TKI, "Proteksi TKI", sebagai satu-satunya konsorsium perlindungan TKI, telah menguntungkan suatu korporasi.
"Penunjukan itu telah menciptakan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat karena hanya menguntungkan Proteksi TKI yang dipimpin oleh PT Asuransi Central Asia Raya (ACA)," kata Ketua Bidang Hukum Asosiasi Perusahaan Jasa TKI Asia Pasific (Ajaspac) Halomoan Hutapea di Jakarta, kemarin.
Halomoan juga memberikan sejumlah bukti yang menunjukkan proses penunjukan tidak transparan dan tidak sesuai dengan prosedur. Berdasarkan penelusuran dokumen yang diperoleh, Halomoan menyatakan dokumen PT ACA tidak lengkap, tetapi masih diperkenankan untuk memasukkan tambahan dokumen jaminan deposito 47 hari setelah penutupan Penyampaian Dokumen Permohonan.
Keganjilan lain, kata Halomoan, seharusnya penutupan Penyampaian Dokumen Permohonan pada tanggal 28 Juli 2010, sementara penyetoran jaminan deposito atas nama Menakertrans di BRI pada 14 September 2010. Itu berarti penyetoran jaminan dilakukan 8 hari setelah PT ACA ditunjuk sebagai ketua konsorsium Proteksi TKI.
Kondisi itu, menurut Halomoan, melanggar Permenakertrans No.07/2010 tentang Asuransi TKI dan Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS) Seleksi Konsorsium Penyelenggara Asuransi TKI Tahun 2010.
Menurut Halomoan, PT ACAjuga tidak memenuhi syarat karena hanya memiliki lima kantor cabang di seluruh Indonesia, yakni di Semarang, Bandung, Surabaya, Malang dan Solo. Padahal Permenakertrans mensyaratkan minimal memiliki 15 kantor cabang di daerah embarkasi atau debarkasi TKI.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyarankan pemerintah mengganti sistem penyelenggaraan asuransi bagi tenaga kerja Indonesia yang sekarang diterapkan. Saran itu diberkan karena monopoli asurans terbukti tidak berfungsi baik dalam melindungi tenaga kerja.
Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Erwin Syahril mengatakan, sistem konsorsium tunggal maupun jamak yang selama ini diterapkan dalam penyelenggaraan asuransi bagi tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri tidak banyak memberikan manfaat bagi TKI.
Menurut Erwin, hasil kajian KPPU menunjukkan, program asuransi yang sekarang jauh dari memberikan perlindungan, premi yang dibayarkan kebanyakan tidak balik ketika mereka ada masalah.
“Hal itu terjadi karena pembentukan dan pemilihan anggota konsorsium asuransi TKI tidak dilakukan secara transparan berdasarkan kriteria kompetensi yang jelas,” katanya.
Erwin berpendapat, pemerintah tidak memiliki aturan jelas tentang mekanisme tender penyedia layanan asuransi bagi TKI serta kriteria kompetensi bagi perusahaan yang akan menjadi penyedia layanan tersebut. Akibatnya banyak perusahaan asuransi anggota konsorsium yang kompetensinya tidak jelas dan tidak mampu memberikan layanan berkualitas standar bagi TKI.
"Yang selama ini terjadi, TKI seperti diwajibkan membayar premi tanpa tahu apa manfaat apa yang akan mereka dapat," pungkas Erwin.
© Copyright 2024, All Rights Reserved