Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, menolak permohonan praperadilan Buni Yani. Tim kuasa hukum Buni, menyatakan, segera menyiapkan langkah hukum menghadapi persidangan kasus dugaan penghasutan berbau SARA.
"Kami hormati putusan hakim, dan kami akan mempersiapkan diri untuk pengadilan secara komprehensif dan utuh. Menguji soal unsur pidana dan bagaimana seseorang dianggap melawan tindak pidana atau tidak kita buktikan di pengadilan nanti," ujar Penasihat hukum Buni Yani, Aldwin Rahardian, kepada pers di PN Jakarta Selatan, Rabu (21/12).
Dikatakannya, pihaknya siap mengawal proses hukum kliennya di pengadilan nanti. "Kami siap hadapi pengadilan yang bahas materi pokok perkara. Insya Allah kami siap. Soal putusan (praperadilan) tidak tepat kan relatif, tapi kami hormati. Saling menguji kan biasa," ujar dia.
Aldwin mengatakan, hakim tunggal Sutiyono dinilai menyampingkan keterangan saksi ahli dan fakta-fakta di persidangan praperadilan.
"Praperadilan ini, kami dikunci SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung), sehingga kaku sebatas prosedur pemeriksaan formil. Untuk menguji syarat formil harus ada dua alat bukti orang ditersangkakan, bisa diuji juga alat bukti ini sah atau tidak. Tapi adanya SEMA itu kan jadi kaki, hanya prosedur saja. Jadi keterangan saksi dan fakta-fakta itu dikesampingkan. Padahal saksi fakta perkuat dalil kita di praperadilan," ujar dia.
Sebelumnya, hakim tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Sutiyono menolak seluruh permohonan praperadilan yang diajukan oleh tersangka kasus dugaan penyebar informasi kebencian, Buni Yani.
"Mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya, menghukum pemohon membayar biaya perkara sebesar nihil," ujar hakim Sutiyono membacakan amar putusan di PN Jakarta Selatan, Rabu (21/12).
Buni Yani ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya karena dinilai menyebarkan ujaran kebencian dengan menyebarkan video gubernur nonaktif, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok saat menyadur Surah Al-Maidah Ayat 51 di Kepulauan Seribu.
Buni dijerat Pasal 28 Ayat 2 juncto Pasal 45 Ayat 2 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dengan ancaman hukuman di atas 6 tahun penjara dan denda maksimal Rp1 miliar.
© Copyright 2024, All Rights Reserved