Jaksa Agung HM Prasetyo menyatakan, pihaknya akan menaati putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan sebagian permohonan mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto. Keputusan MK itu bersifat final dan mengikat.
“Masalahnya, keputusan MK itu kan final dan mengikat," ujar Prasetyo kepada pers di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Jumat (09/09).
Permohonan yang dikabulkan itu berkaitan dengan kasus dugaan pemufakatan jahat oleh politisi yang dkini menjabat sebagai Ketua Umum Partai Golkar itu. Kasus itu ditangani oleh Kejaksaan Agung.
Dalam putusannya, MK mengabulkan sebagian uji materi Pasal 5 Ayat 1 dan Ayat 2 serta Pasal 44 huruf b UU ITE yang mengatur soal penyadapan. Majelis menyatakan, pemberlakuan penyadapan harus sesuai dengan peraturan yang berlaku, yaitu atas permintaan penegak hukum sebagaimana diatur dalam UU ITE.
MK juga mengabulkan sepenuhnya uji materi terkait Pasal 15 UU Tipikor yang mengatur pemufakatan jahat. MK menyatakan pasal tersebut multitafsir dan bertentangan dengan UUD 1945.
Jaksa Agung menyatakan, putusan MK itu harus ditaati oleh Kejagung. Namun hingga saat ini, kata dia, Kejagung belum menerima salinan putusan dari MK. “Kita akan lihat dan pelajari dulu putusannya seperti apa," ujar dia.
Saat menjabat Ketua DPR pada akhir 2015 lalu, Novanto tersangkut masalah dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo-Wapres Jusuf Kalla terkait permintaan saham Freeport.
Bukti pencatutan itu muncul dalam dalam rekaman percakapan antara Setya Novanto, Presiden Direktur PT Freeport ketika itu, Maroef Sjamsoeddin, dan pengusaha Muhammad Riza Chalid.
Pertemuan itu direkam oleh Maroef. Rekaman itu kemudian diserahkan ke Kejaksaan Agung untuk kepentingan penyelidikan dugaan adanya permufakatan jahat. Namun, pengusutan kasus tersebut tidak berjalan dengan alasan penyidik Kejaksaan tidak bisa meminta keterangan Riza.
© Copyright 2024, All Rights Reserved