Sertifikasi kompetensi merupakan hal penting bagi tenaga kerja maupun industri. Dengan sertifikat tersebut, pekerja lebih mudah mendapat pekerjaan, dan industri dapat mendapatkan tenaga kerja sesuai kompetensi yang dibutuhkannya.
“Oleh karena itu, kami sangat mendorong kerjasama antar lembaga terkait sertifikasi tenaga kerja ini," kata Menko Perekonomian Darmin Nasution saat menyaksikan penandatanganan kerjasama antara Badan Informasi Geospasial (BIG), Badan Nasional Standardisasi Profesi (BNSP) dan Komite Akreditasi Nasional (KAN) terkait Harmonisasi dan Pengembangan Sistem Akreditasi LSP dan Sertifikasi Tenaga Profesional dibidang Informasi Geospasial, di Kantor Menko Perekonomian, Jakarta, Selasa (17/10) malam.
Darmin mengaku, pernah merasakan bagaimana repotnya hanya untuk mencari dua orang juru ketik saat masih menjabat sebagai Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Indonesia, beberapa tahun lalu. Untuk mendapatkan dua orang saja, pihaknya harus menyeleksi 700 orang pendaftar dan itu cukup menyita waktu dan tenaga.
“Jika sudah ada sertifikasi kompentensi, pasti akan berbeda. Karena penggunaan tenaga kerja tidak perlu direpotkan dengan seleksi seperti itu. Tetapi cukup dengan mensyaratkan sertifikasi kompetensi. Makanya, kami bangga dengan adanya sinergi seperti ini bisa dijadikan sebagai standar yang jelas terkait tenaga kerja bidang IG," ucapnya.
Sementara itu, Kepala BIG Hasanuddin Zainal Abidin menambahkan, dalam Undang-Undang IG diamanatkan bahwa setiap pelaksana IG, baik perorangan, kelompok, badan usaha maupun tenaga profesional harus berkualitas tinggi. Kualitas itu dibuktikan dengan adanya sertifikat kompetensi.
"Sehingga proses penyelenggaraan IG harus menggunakan sistem yang terstandardisasi. Selain itu, juga harus ditangani oleh tenaga profesional dan industri IG yang berkualitas dan berkompetensi. Harapannya, IG yang dihasilkan akan memilikip kualitas yang tinggi dan dapat dipertanggungjawabkan," ungkapnya.
Menurutnya, sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sertifikasi tenaga profesional saat ini ditangani oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Namun demikian dengan diundangkannya UU Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, diamanatkan bahwa setiap Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) harus diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN).
"Sedangkan, pelaksanaan kedua UU tersebut saat ini masih dalam tahap harmonisasi untuk dapat saling menguatkan. Oleh sebab itu, LSP yang sudah akreditasi oleh KAN, dapat secara langsung diterima dan mendapatkan lisensi dari BNSP. Sistem BNSP juga perlu untuk diharmonisasi agar comply dengan standard internasiona," ulasnya.
Dijelaskan, sistem sertifikasi tenaga profesional saat ini, terutama dalam bidang IG belum menunjukkan adanya satu sistem yang terintegrasi dan saling pengakuan. Sertifikat yang dikeluarkan oleh BNSP belum secara langsung dapat diterima oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) dan sebaliknya.
"Badan Pertanahan Nasional (BPN) pun harus melakukan assesmen teknis. Hal itu dilakukan untuk menerbitkan lisensi bagi surveyor kadasternya. Padahal sebenarnya sifat pekerjaan dan kompetensi yang dibutuhkan adalah sama yaitu kompetensi bidang IG," imbuhnya.
Diterangkan, saat ini pihaknya sedang mengembangkan sistem akreditasi dan sertifikasi dalam bidang IG, termasuk di dalamnya sistem sertifikasi tenaga professional bidang IG. Kondisi tersebut menyebabkan sistem sertifikasi yang tidak efisien dan menyebabkan biaya tinggi baik bagi masyarakat / tenaga profesional maupun bagi pemerintah.
"Sudah saatnya kita harus berubah dan memperbaiki sistem yang ada. Apalagi kita sedang menghadapi era persaingan global yang menuntut bekerja secara smart dan efisien. Untuk kedepannya, kami akan mewajibkan semua industri atau perusahaan pemenang tender IG harus mempekerjakan tenaga profesional yang memiliki sertifikasi. Ini untuk menjaga mutu dan kualitas setiap pekerjaan yang terkait dengan IG," katanya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved