Perum Bulog optimistis tidak akan melakukan impor beras tahun ini. Sebab pengadaan beras dalam negeri sangat cukup dan telah mencapai 3,205 juta ton hingga 21 Oktober 2013.
“Stok saat ini 2,5 juta ton dan setelah adanya penyaluran beras untuk rakyat miskin (raskin) maka stok akhir tahun diperkirakan 1,87 juta ton,” kata Direktur Utama Perum Bulog Sutarto Alimoeso saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IV DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (22/10).
Menurut Sutarto, stok beras semakin berlimpah apabila tidak ada penyaluran raskin ke-13, ke-14, dan ke-15. Stok beras per 21 Oktober 2013 yang mencapai 2,5 juta ton tersebut mencukupi kebutuhan selama 9,3 bulan ke depan untuk penyaluran rutin. Penyaluran beras yang dilakukan Perum Bulog meliputi raskin, golongan anggaran, dan cadangan beras pemerintah.
Sutarto menjelaskan, penyaluran terbesar untuk raskin didistribusikan melalui 58.226 titik yang hingga kini realisasinya mencapai 2,79 juta ton atau 92,2% dari rencana Januari sampai Oktober. Pengadaan 3,02 juta ton beras sudah termasuk raskin untuk rencana raskin ke-13, ke-14, dan ke-15.
Sutarto mengatakan, dengan kondisi seperti tadi maka sampai Desember diharapkan tidak perlu impor beras. Pada tahun ini, produksi padi secara nasional ditargetkan sebanyak 69,27 juta ton gabah kering giling (GKG) atau 43,46 juta ton setara beras. Pengadaan beras dalam negeri tahun 2013 selisih 170.350 ton dibandingkan periode yang sama tahun lalu (Januari-21 Oktober 2012) sebanyak 3,37 juta ton.
Berdasarkan angka ramalan (Aram) I 2013, produksi padi nasional 2013 masih terpusat di Jawa yang mencapai 52,47%, kemudian disusul Sumatra 23,76%, Sulawesi 11,21 persen, Kalimantan, 6,87%, Bali dan Nusa Tenggara 5,23%, serta Maluku dan Papua 0,45%.
“Tren produksi dan pengadaan masih positif. Kendati begitu, Bulog mewaspadai produksi padi tahun depan yang dihantui bencana banjir. Penyebabnya, puncak panen raya akan bersamaan dengan puncak musim penghujan. Kondisi tersebut bisa menyebabkan produksi padi menurun. Ini akan terjadi di bulan Maret, April, dan Mei,” papar Sutarto.
Berdasarkan data 10 tahun terakhir, laju peningkatan produksi padi rata-rata sekitar 2,91%. Kondisi iklim yang mendukung membuat target luas tanam dan produksi tahun ini tercapai.
Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Rahmat Pambudi mengatakan, apabila musim pengujan datang bersamaan dengan musim panen, dipastikan produksi padi menurun. Bulog pun harus mempersiapkan diri dari sekarang dengan membeli beras sebanyak-banyakanya untuk cadangan.
“Bagi petani, musim penghujan lebih meresahkan dibandingkan musim kering atau kemarau. Karenanya, petani perlu dipersiapkan dengan penyediaan pompa dan embung yang cukup di daerah-daerah produsen,” kata Rahmat.
Di India, kata Rahmat, pompa air terbukti membantu petani dalam menghadapi pergantian iklim. Masyarakat juga harus didorong membangun biopori agar cadangan air tanah cukup.
Ketua Kajian Strategis Nasional Sarikat Tani Indonesia (STI) Achmad Yakub mengatakan, potensi gagal panen di musim penghujan amat tinggi. Namun, hal ini bukanlah legitimasi untuk bersiap impor beras. Namun sebaliknya, Bulog harus segera menyisir dan membeli gabah dan beras petani.
Selain itu, petani juga berharap pemerintah segera merevisi harga pembelian pemerintah (HPP) karena dianggap sudah tidak mumpuni.
“Harga beras di pasar sudah mencapai lebih dari Rp7.000 per kg. Akibat inflasi 6 sampai dengan 8 persen, sudah seharusnya HPP gabah kering panen, gabah kering giling, dan beras di tingkat petani direvisi,” pungkas Achmad Yakub.
© Copyright 2024, All Rights Reserved