Sekali lagi, dalil kebebasan pers dijadikan alasan untuk berkelit dari tanggung jawab. Seperti yang diungkapkan segelintir pihak bahwa putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memenangkan sebagian gugatan perdata Tomy Winata terhadap Tempo akan mengebiri kebebasan pers.
Bagi ketua Majelis Hakim Sunarjo SH yang memutus perkara itu anggapan seperti itu tidaklah beralasan. Perkara yang diperiksanya itu adalah murni bersumber dari pemberitaan majalah Tempo edisi 03-09 Maret 2003 berjudul “Ada Tomy Di Tenabang?”. Dimana Tomy - pengusaha dari Artha Graha Grup itu – merasa berita itu telah mencemarkan nama baiknya.
Ditemui Yelas Kaparino dari PILARS usai sidang putusan tersebut, Sunarjo mengungkapkan pandangannnya. Berikut petikan wawancaranya:
{Putusan ini akan mengebiri kebebasan pers?}
Begini, sengketa antara Tomy Winata melawan Tempo ini bukanlah mengadili kebebasan pers. Kami hanya mengadili gugatan Tomy Winata yang bersumber dari pemberitaan yang disiarkan oleh Majalah Tempo, yang berjudul “Ada Tomy Di Tenabang?” itu saja. Kami tidak mengadili pers. Jadi tidak ada dampaknya terhadap pers secara umum. Sifatnya kasuistis. Hanya terhadap Tempo saja.
{Adakah rasa takut kalau putusan ini dianggap mengancam kebebasan pers?}
Sekali lagi tidak. Kami tidak mengutak-atik kebebasan pers. Kami hanya memeriksa, menerima, memberi pertimbangan dan mengadili gugatan yang diajukan Tomy Winata. Hanya itu saja.
{Ditengah sorotan seperti ini apakah ada beban dalam memutus perkara ini?}
Tidak ada sama sekali. Majelis hakim tidak terpengaruh dengan hal-hal seperti itu.
{Apakah ada perbedaan pendapat antara majelis hakim dalam menentukan putusan ini?}
Oo masalah itu suara kami bulat. Sungguh, lillahita’alla. Hasil putusan itu adalah yang maksimal dicapai oelh Majelis Hakim.
{Majelis yang anda pimpin memenangkan sebagian gugatan Tomy. Mengenai ganti rugi, bagaimana perhitungan Majelis Hakim?}
Kita menghitung angka Rp 500 juta itu berdasarkan kewenangan khusus (disprosioner) hakim untuk menentukan secara delegate. Kita melihatnya dari sisi kepatutan. Nilai itu kita anggap patut.
Tentang permohonan maaf di televisi kami berpendapat, pemirsa televisi itu adalah seluruh strata lapisan masyarakat. Mereka itu belum tentu mengerti tentang permasalahan berita “Ada Tomy Di Tenabang?” tersebut. Sedangkan Tempo itu segmennya adalah kelas menengah keatas. Jadi useless jika disiarkan lewat televisi. Lebih banyak biaya yang keluar tetapi dampaknya tidak ada.
© Copyright 2024, All Rights Reserved