Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad dituduh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) melakukan serangkaian pertemuan dengan elit partai itu terkait ambisinya untuk menjadi calon Wakil Presiden. Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro menilai, tuduhan itu tak ada kaitannya dengan kasus Komjen Budi Gunawan.
“Yang menjadi pertanyaan, apa urgensi pencalonan Presiden dengan tersangka korupsi Budi Gunawan? KPK itu kan menetapkan tersangka berdasarkan kesepakatan semua pimpinan KPK. Kalau satu pimpinan KPK dendam, apa pimpinan lain dendam juga?" ujar Siti Zuhro kepada pers di Jakarta, Kamis (22/01).
Siti menilai, bila benar Abraham Samad ingin jadi Wapres di saat dia memimpin KPK maka itu hanya masalah etika dan moral. Komisi etik KPK yang akan menganalis masalah itu.
“Kecuali Abraham Samad korupsi, baru ada hal yang luar biasa. Jangan sampai, isu itu dipakai untuk memuluskan seorang tersangka korupsi jadi Kapolri," ujar Siti.
Saat ini, tambah dia, tugas dan tanggungjawab Presiden Jokowi sangat berat karena menjanjikan revolusi mental. Apalagi, calon tunggal Kapolri tetap ingin dipaksakan untuk dilantik.
“Kita senang dengan ide revolusi mental ini. Saat ini kita menunggu. Kita ingin institusi Polri jangan dicabik-cabik hanya karena pemaksaan kehendak politik," katanya.
Direktur Pusat Kajian Antikorupsi UGM Zainal Arifin Muchtar, juga ikut mengomentari pernyataan Plt Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang menyerang Samad. Ia mempertanyakan, apa betul, Samad yang melobi untuk bertemu. “Jangan-jangan Samad digoda untuk bertemu," ujar Zainal.
Agak aneh PDIP baru membongkar hal itu saat ini ditengah mencuatnya kasus komjen Budi Gunawan. Zainal mengatakan, semestinya PDIP sadar betul dan sudah tahu bahwa itu tak benar dan jangan menerima Samad. Apalagi sampai 5 kali bertemu. “Kalau itu tak benar, larang dong dahulu Samad," ujar dia.
Zainal menambahkan, lepas dari benar atau tidaknya pertemuan tersebut, itu merupakan urusan pribadi Samad. Jangan dikait-kaitkan dengan perkara yang tengah ditangani KPK.
“Ini soal individu pribadi, bukan KPK. Di KPK itu kolektif kolegial kepemimpinannya, jangan bayangkan seperti instansi pemerintahan. Di KPK, ketua tidak bisa mengatur pimpinan yang lain, Anda jangan mengecilkan Bambang Widjojanto, Zulkarnain, dan Adnan Pandu," ujar dia.
© Copyright 2024, All Rights Reserved