Salah kaprah penyebutan provinsi kepulauan di Indonesia terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD), kemarin. Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Convention on the Law of the Sea/UNCLOS) 1982 tak mengenal istilah provinsi kepulauan.
Dirjen Hukum dan Perjanjian Internasional Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Arif Havas Oegroseno mengemukakan hal tersebut, saat rapat Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD), di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta.
Arif menjelaskan, UNCLOS hanya mengatur "negara kepulauan", bukan "provinsi" atau "daerah" kepulauan. Pasal 46 UNCLOS menyebutkan, definisi negara kepulauan, terdiri atas satu atau lebih kepulauan, sedangkan "kepulauan", sekelompok pulau, termasuk bagian pulau, perairan, dan fitur alami yang terkait erat membentuk entitas geografi, ekonomi, dan politik intrinsik.
Persyaratan negara kepulauan sesuai Pasal 47 UNCLOS, menarik garis pangkal lurus kepulauan yang menghubungkan pulau terluar, tidak mengabaikan konfigurasi umum kepulauan, rasio daratan dan lautan 1:1 hingga 9:1, dan panjang garis pangkal tidak lebih 125 mil laut.
Dengan begitu, menurut Arif, secara geografis semua provinsi di wilayah Indonesia, kepulauan. Karena itu, gagasan menyebut provinsi kepulauan bisa dibilang salah kaprah, dan patut dipertanyakan.
"Jika ada provinsi kepulauan, provinsi lain di negara kepulauan itu apa?" tanya mantan Direktur Perjanjian Politik Keamanan dan Kewilayahan Kemlu itu.
Seperti diketahui, sejumlah provinsi di Indonesia, menuntut pengakuan khusus sebagai provinsi kepulauan. Di antaranya, Sulawesi Utara, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Bangka Belitung, dan Kepulauan Riau. Mereka menuntut pengakuan khusus sebagai provinsi kepulauan, disertai sistem penganggaran yang juga khusus.
Sejumlah provinsi itu juga mendesak revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
© Copyright 2024, All Rights Reserved