Terdakwa Anggodo Widjojo menilai Jaksa Penuntut Umum tidak konsisten dengan tuduhannya. Tim kuasa hukum Anggodo menilai dakwaan penuntut umum terhadap kliennya terlalu mengada-ada. Atas dasar itu, mereka menolak dakwaan jaksa.
Penolakan itu disampaikan pihak Anggodo lewat eksepsi setebal 81 halaman yang dibacakan dalam sidang Pengadilan Tipikor, Jakarta Selatan, Selasa (18/05). Seluruh tudingan jaksa dibantah dengan berbagai bukti. Salah satunya dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) milik Ari Muladi di Kepolisian yang sudah dicabut.
"Terdakwa dikenakan pasal percobaan penyuapan padahal terdakwa tidak mengetahui apa-apa. Ini aneh tapi nyata," ujar penasehat hukum lainnya, Djonggi Simorangkir.
Tim kuasa hukum Anggodo menuding pimpinan KPK telah meminta uang melalui Ari Muladi senilai Rp 5,1 miliar. Dana tersebut kemudian dikeluarkan oleh Anggoro Widjojo lewat Anggodo. "Hal itu berdasarkan bukti Berita Acara Pemeriksaan Ari Muladi tanggal 11 Juli 2009 pada penyidik Bareskrim Mabes Polri," kata Alexander Arif, tim penasehat hukum Anggodo yang mendapat giliran membaca eksepsi.
Tidak hanya itu, tim pengacara Anggodo juga menggunakan kronologi pengurusan kasus di KPK versi Ari Muladi pada tanggal 15 Juli 2009 dan pernyataan tanggal 20 Agustus 2009.
Djonggi menjelaskan, Anggodo hanya bertugas mengambil uang dari kakaknya Anggoro Widjojo sesuai yang dimintakan Ary Muladi. "Terdakwa tidak tahu soal kebenaran apakah uang itu diserahkan ke pimpinan KPK," sambungnya.
Menurutnya, Ary Muladi saat itu meminta uang dengan total Rp5,1 miliar yang disebut Ary sebagai permintaan (atensi) dari pimpinan KPK. Ary, tutur Djonggi, mengatakan bila Anggodo tidak memberikan atensi berupa uang maka KPK akan menjatuhkan bisnisnya. "Ini perkara pemerasan dan penipuan dengan korban Anggodo dan Anggoro," ucap Djonggi.
Yulianto Fiktif
Dalam eksepsi tersebut, tim penasehat hukum Anggodo juga menyinggung tentang Yulianto yang disebutnya sebagai tokoh fiktif. Dia menantang Jaksa untuk menghadirkan Yulianto, jika memang tokoh tersebut benar-benar ada. "Siapakah tokoh Yulianto yang dimunculkan itu? Mampukah JPU menghadirkan Yulianto?" tanya Djonggi.
Nama Yulianto muncul pertama kali, dari pengakuan Ary Muladi, kurir yang disuruh Anggodo untuk menggelontorkan uang suap senilai Rp5,1 miliar. Semula pernyataan Ary sama dengan Anggodo bahwa uang tersebut telah diserahkan ke pimpinan dan pejabat KPK.
Belakangan, Ary mencabut pernyataannya. Dia mengaku uang tersebut tidak pernah diserahkan ke pimpinan KPK. Uang itu diberikan kepada seorang kawannya bernama Yulianto. Sisanya, digunakan untuk keperluan pribadinya.
Menurut penasehat hukum Anggodo, tokoh Yulianto sengaja dimunculkan dalam perkara penyuapan ini. Meski demikian, apa motifnya belum diketahui. "Yulianto bukanlah penyidik ataupun pimpinan KPK. Jadi, siapakah penyidik atau pimpinan KPK yang menerima suap dari terdakwa?"
Penasehat hukum Anggodo berpendapat dalam perkara penyuapan selain ada yang menyuap, jelas harus ada pihak yang disuap. Jika siapa yang menerima uang suap tidak bisa dibuktikan, maka perkara Anggodo harus batal demi hukum.
Dalam sidang sebelumnya. Jaksa mendakwa Anggodo dengan dua pasal, yakni Pasal 15 jo Pasal 5 Ayat 1 UU Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP dan Pasal 21 UU Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP.
Adik dari buronan KPK Anggoro Widjojo itu, didakwa melakukan percobaan penyuapan dan menghalang-halangi kerja penyelidikan KPK dalam perkara yang melibatkan kakaknya sebagai tersangka. Dalam dakwaannya, jaksa penuntut umum juga menyebut ada peran keterlibatan Bonaran terkait upaya pemberian suap kepada pihak Ary Muladi dan kuasa hukumnya Sugeng Teguh Santoso.
© Copyright 2024, All Rights Reserved