DALAM artikel sebelumnya saya menyatakan bahwa salah satu strategi oposisi adalah mendesak pelaksanaan suatu program yang belum lengkap landasan hukumnya. Saya akan membawa contoh makan siang gratis, dulu namanya begitu pada saat Pilpres 2024.
Makan siang gratis ini adalah isu yang menjadi perdebatan utama antara kandidat pasangan capres-cawapres. Ide makan siang gratis adalah ide brilian dari pasangan Prabowo-Gibran untuk dijual kepada pemilih.
Tentu saja ide ini ditentang, ditolak, diblejeti oleh lawan politiknya dengan berbagai alasan dan argumentasi. Pokoknya program ini tidak masuk akal, tidak obyektif, kurang memperhatikan masalah keuangan negara, masalah sosiologis masyarakat, dan lain sebagainya.
Namun harus diakui bahwa program yang ditawarkan Prabowo-Gibran inilah yang merupakan salah satu program menarik perhatian masyarakat yang kemudian memberikan dukungan atau memilih pasangan Prabowo-Gibran dalam Pilpres pada 14 Februari 2024.
Walaupun tidak ada survei yang menunjukkan berapa besar kontribusi program makan siang gratis terhadap kemenangan pasangan ini, namun banyak pihak menyimpulkan bahwa ini adalah sumber utama kemenangan pasangan yang mengusung isu keberlanjutan.
Namun para ahli memandang program ini sangatlah ambisius karena akan memberi makan siswa pendidikan usia dini sampai sekolah menengah atas yang berjumlah sekitar 85 juta siswa.
Dengan memperhitungkan nilai kecukupan gizi per kapita per hari, maka setidaknya siswa harus diberi asupan gizi setengah dari 2100 kilo kalori. Berapa nilainya? Sangat besar kira kira setara dengan nilai impor BBM Indonesia per hari. Sangat besar dalam ukuran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Desakan untuk Disegerakan
Para pendukung pemerintah tahu persis bahwa melaksanakan program ini memerlukan persiapan regulasi, kelembagaan, dan dukungan anggaran APBN. Apalagi pemerintah sendiri menginginkan agar program ini dilaksanakan secara serentak tanpa ada satupun siswa ketinggalan atau tidak mendapatkan makan siang gratis pada saat program dimulai.
Namun sekarang siapa yang terindikasi paling getol menuntut janji pemerintah melaksanakan program ini segera? Suara-suara kencang, keras yang menuntut agar program ini disegerakan patut diwaspadai oleh pemerintah.
Pemerintah harus mempersiapkan landasan regulasi, kelembagaan, anggaran beserta kesiapan infrastruktur dan sumber sumber pangan yang baik dan memadai untuk memulai program ini secara serentak.
Jika terburu-buru tanpa kesiapan yang baik, maka program yang tadinya baik akan dapat mencelakakan siswa. Dampak paling buruknya adalah jika program ini menelan korban jiwa akibat pangan yang tidak berkualitas atau berbahaya. Dampak lain adalah korupsi di sana-sini karena sistemnya yang tidak memadai.
Rupanya pemerintah sudah memiliki lembaganya. Lembaga ini termasuk baru karena dibuat oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada pengujung masa jabatanya, yakni Badan Gizi Nasional. Badan ini dibuat melalui Perpres 83/2024 yang diundangkan di Jakarta pada 15 Agustus 2024.
Presiden Jokowi sepertinya sudah tahu bahwa masalah pertama dari program makan siang gratis pada pemerintahan penggantinya adalah masalah regulasi, kelembagaan. Serta anggaran.
Lembaga yang dibuat oleh Presiden Jokowi segara ditumpangi dalam penyusunan APBN 2025 yang dilakukan pada tahun 2024. Maka dalam pembahasan APBN 2025, masuklah anggaran makan siang gratis, namun namanya adalah anggaran peningkatan gizi. UU 62/2024 tentang APBN 2025 yang diundangkan pada 17 oktober 2024 menetapkan anggaran nomor 86 satuan anggaran xxx(?) untuk Badan Gizi Nasional (BGN) senilai Rp71 triliun.
Waspada Kocokan Oposisi
Anggaran makan bergizi gratis begitu namanya sekarang hendaknya dilaksanakan dengan hati-hati. Mengingat sejak awal tidak semua orang senang dan setuju dengan program ini. Persiapan harus teliti, detail, dan sesuai dengan aturan perundangan yang berlaku.
Pengalaman masih banyaknya masalah pada pelaksanaan secara perdana beberapa waktu lalu harts menjadi pelajaran. Jangan sampai program yang sangat politis ini terdeligitmasi.
Masalah terbesarnya adalah jika program ini terdeligitmasi, maka pemerintah akan kesulitan dalam mengusulkan anggaran pada tahun anggaran 2026 yang akan dibahas pada 2025.
Tentu saja ini akan mengancam keberlanjutan program ini. Karena masalah terbesar program itu adalah tidak adanya landasan hukum yang memayungi program ini sehingga setiap tahun harus melobi DPR RI untuk menganggarkannya. Sementara DPR RI tidak kewajiban untuk membahasnya.
Oposisi bisa saja membiarkan program ini dilaksanakan secara serampangan, lalu akan membuat catatan-catatan kegagalan dan pelanggaran-pelanggaran hukum yang dilakukan pemerintah selama program ini berlangsung. Pemerintah pun harus menyadari bahwa program semacam ini belum tentu berdampak signifikan terhadap peningkatan kualitas gizi. Namun bisa saja membahayakan keselamatan siswa siswa jika tidak dimulai dengan sistem yang bagus dan pengawasan sesempurna mungkin.
Ini bisa menjadi bumerang yang digunakan oposisi untuk memukul pemerintahan di kemudian hari. Mudah-mudahan dimengerti, walaupun tidak semua hal dapat saya tulis dalam artikel yang panjang ini.
*Penulis adalah Direktur Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)
© Copyright 2025, All Rights Reserved