GUNUNG ES di kutub utara dan kutub selatan yang mencair secara langsung dan tidak langsung telah berdampak meningkatkan tinggi permukaan air laut di tepi pantai dalam durasi waktu yang sangat panjang.
Pantai yang pernah mengalami abrasi pada banjir besar air bah periode Nabi Nuh alaihi salam. Air bah yang menghubungkan pantai utara Pulau Jawa dengan Pulau Sumatera dalam bentuk selat dan laut Jawa.
Naiknya permukaan air laut secara bertahap dinamakan banjir air rob. Banjir musiman di sepanjang pantai utara Pulau Jawa. Abrasi nama lain dari banjir air rob. Daratan yang semula tidak tergenang air laut, kemudian menjadi tergenang.
Tanah kapling sebidang tanah dan berbidang-bidang yang semula adalah permukiman, tempat usaha di tepi pantai, tempat wisata pantai, dan tambak, kemudian tenggelam dalam laut dangkal.
Sekalipun sebagai laut dangkal, namun pantai yang tidak tercemar oleh polusi air, itu semula sudah mampu untuk menghidupi kehidupan petani tambak, nelayan berperahu berkapasitas mikro dan kecil, serta kehidupan wisata pantai. Perikanan budidaya tepi pantai dan perikanan tangkap berskala mikro dan kecil semula masih dapat bertumbuh kembang dengan baik.
Lingkungan tepi pantai yang seperti itu kemudian berubah. Berkembangnya industrialisasi dan jumlah penduduk maupun berkembangnya perekonomian di darat, namun tanpa pengendalian yang tinggi dan ketat terhadap kesadaran pengendalian pencemaran air, maka polusi air dari hulu hingga hilir telah mencemari air laut di tepi pantai. Akibatnya, ikan-ikan di tambak dan tepi pantai semakin banyak yang produksi dan produktivitasnya menurun drastis.
Implikasinya adalah lokasi perikanan tangkap nelayan mikro dan kecil semakin jauh dari tempat tinggalnya. Lokasi tambak musti pindah menjauh ke wilayah yang relatif sedikit pencemaran air laut. Biaya bahan bakar untuk perahu dan kapal nelayan berkapasitas mikro dan kecil meningkat. Hidup nelayan semakin sulit dan menderita.
Menderita karena tidak mempunyai peralatan usaha dan teknologi yang terjangkau untuk memberlanjutkan usaha di bidang perikanan tangkap. Sementara itu pencemaran air laut tidak kunjung terselesaikan oleh tidak mudahnya dalam mengendalikan pencemaran air di hulu hingga hilir di daratan.
Pada sisi yang lain, berkembanglah teknologi budidaya perikanan laut yang semakin jauh dari tepi pantai. Menjauh, karena biota laut dan ikan semakin menghindar dari pencemaran air di tepi pantai.
Di samping itu berkembanglah teknologi reklamasi pantai. Pantai yang mengalami abrasi pada laut dangkal dipulihkan menjadi daratan. Menjadi perluasan perkotaan menggunakan pembangunan kota baru dengan gedung-gedung bertingkat tinggi.
Sekalipun teknologi reklamasi pantai telah dipraktikkan di negara-negara lain dan wilayah lain, seperti Singapura, Dubai, bandar udara Osaka Jepang, atau Hongkong, namun pembangunan reklamasi teluk Jakarta terkendala. Reklamasi tersebut mengalami penolakan yang sangat keras.
Penolakan bukan hanya berasal dari petambak, nelayan, aktivis lingkungan hidup, atau pun aktivis sosial politik, melainkan juga setelah ditemukan peristiwa suap pada kegiatan proses pembentukan peraturan untuk memudahkan terbangunnya reklamasi pantai.
Penolakan sangat keras menghasilkan moratorium reklamasi teluk Jakarta. Sekalipun moratorium reklamasi pernah dicabut, namun hiruk pikuk reklamasi pantai muncul kembali.
Persoalan pagar laut di pantai utara Kabupaten Tangerang meningkat setelah diketahui informasi keberadaan berbidang-bidang tanah bersertifikat hak guna bangunan dan sertifikat hak milik dari perusahaan dan perorangan pada perairan air laut dangkal. Berbulan-bulan dan berminggu-minggu persoalan berkembang dan menjadi tren berita media arus utama, terlebih media sosial secara dinamis.
Persoalan telah bergeser dari usaha memulihkan abrasi tepi laut menggunakan teknologi pembangunan hutan mangrove metoda agrowisata Tropical Coast Land, telah menjadi persoalan izin menuju reklamasi pantai. Itu setelah kehidupan nelayan berskala mikro dan kecil terganggu, serta aktivis lingkungan hidup bersuara lantang.
Persoalan yang semula dibangkitkan atas ketidakcocokan nilai tambah dari kegiatan jual beli tanah menjadi produk akhir sebagai harga penjualan tanah kapling di kompleks perumahan real estate dan harga rumah di perumahan real estate. Nilai tambah, yang diframing sebagai tidak adil oleh kritikus Muhammad Said Didu dan kawan-kawan.
Dewasa ini berkembang profesi konten kreator di media sosial setelah media elektronik visual dan audio visual, maupun media cetak, serta media online sebagai kegiatan bisnis perusahaan semakin banyak yang tutup akibat sangat kerasnya persaingan usaha.
Kemudian berkembang kegiatan konten kreator media sosial yang menghasilkan penghasilan untuk individu, kelompok kecil, dan usaha mikro untuk menghasilkan pendapatan dan menjadi terkenal.
Semakin viral, semakin tersohor, maka pendapatan pun meningkat, juga kepentingan kelompok dapat diraih. Iklim keterbukaan dan persaingan kepentingan pun meningkat.
Media sosial berkembang tidak cukup sebagai media penghubung kegiatan bisnis sektor riil, melainkan diwarnai oleh berbagai kontroversi. Bukan hanya isu pengkaplingan pantai untuk rencana awal reklamasi pantai, melainkan juga urusan kontroversi nasab habaib, makam palsu, usaha mempersalahkan dan memenjarakan Joko Widodo dan keluarga, selain urusan-urusan lain yang berpotensi dapat diviralkan.
Konten kreator media sosial yang dilakukan menggunakan metode membanjiri ruang media sosial berfungsi untuk memengaruhi opini pecinta media sosial. Juga berguna sebagai solusi darurat dalam mencari penghasilan ketika persaingan usaha meningkat, pengangguran tinggi, dan tingginya biaya berpolitik yang semakin sulit terjangkau.
Mengganggu iklim usaha bisnis perusahaan besar, seperti bisnis properti Agung Sedayu menggunakan isu keadilan nilai tambah jual beli tanah. Juga isu persoalan proyek strategis nasional PIK 2, dan lain sebagainya hingga tuntutan ke pengadilan yang pemberkasan persidangan tidak kunjung lengkap adalah salah satu pembentukan gagasan opini konten kreator yang terkesan laris manis.
Sementara itu persoalan dasar berupa polusi air, pembangunan abrasi pantai, dan reformasi kehidupan petambak dan nelayan berskala mikro dan kecil yang terkesan masih jauh terurusi.
Akan tetapi, urusan percepatan pembangunan kota modern, kota satelit, pusat-pusat pertumbuhan daerah dan wilayah, reklamasi pantai, tanggul laut Giant Sea Wall untuk memperbaiki banjir rob, dan pembangunan hutan mangrove menggunakan metoda agro wisata Tropical Coast Land terkesan digoyang-goyang menggunakan gangguan isu.
Misalnya isu penjajahan gaya baru, perampasan tanah, membangun Singapura jilid kedua, dan lain-lain. Kiranya hiruk-pikuk sebagai kebisingan terkesan telah mengurangi percepatan pembangunan nasional dan daerah. Menjauhkan dari pencapaian target pertumbuhan ekonomi 8%.
*Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Pengajar Universitas Mercu Buana
© Copyright 2025, All Rights Reserved