Sebuah kapal tug boat berbendera Indonesia, diduga diserang kelompok Abu Sayyaf saat tengah berlayar dari Banjarmasin menuju Filipina pada Sabtu (26/03) lalu. Kapal Brahma 12 itu tengah mengangkut batubara dan dioperasikan 10 awak kapal asal Indonesia yang kini disandera.
Kepala Badan Intelijen (BIN) Sutiyoso membenarkan kejadian itu. “Betul terjadi pada hari Sabtu yang lalu," ujar Sutiyoso kepada pers, Senin (28/03).
Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) mengaku tengah mencari informasi lebih detil terkait pembajakan dan penyanderaan ini. "Ini sedang dicek, lagi dikonfirmasi bagaimana peristiwanya dan berapa orang persisnya oleh Tim Perlindungan WNI," terang juru bicara Kemlu Arrmanatha kepada pers, Senin malam.
Informasi yang berkembang, kepolisian Filipina telah menemukan kapal tersebut dalam keadaan kosong di perairan Tawi-tawi. Pihak penyerang dikabarkan telah mengontak otoritas Filipina dan meminta tebusan 50 juta peso (sekitar Rp14,3 miliar).
Sutiyoso menjelaskan, pihaknya telah berkomunikasi secara intens dengan pihak otoritas Filipina terkait pembajakan Brahma 12 tersebut. Kapal itu kini dalam keadaan kosong dan ditinggal begitu saja di lepas pantai Kepulauan Sulu, Filipina.
Sebanyak 10 awak kapal dan seluruh muatan batubara dibawa penyandera ke tempat persembunyian mereka di salah satu pulau di sekitar Kepulauan Sulu.
“Mereka meminta tebusan 50 juta peso (sekitar Rp 14,3 miliar) untuk pembebasan 10 sandera itu. Kami terus berkoordinasi dengan pihak keamanan Filipina untuk menentukan langkah lebih lanjut,” ujar Sutiyoso.
Sekedar informasi, Militer Filipina sudah memasukkan kelompok Abu Sayyaf sebagai teroris lokal yang kerap menculik dan menyandera orang asing untuk mendapatkan tebusan. Kelompok ini juga terkait dengan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS).
Pada September 2015, kelompok ini menculik warga Kanada, Norwegia, dan Filipina dari sebuah resor mewah di Filipina selatan. Mereka menuntut tebusan US$21 juta untuk setiap sandera.
© Copyright 2024, All Rights Reserved