Kementerian Kesehatan, BPJS Kesehatan dan Kementerian Koordinasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) telah menggelar rapat untuk membahas usulan penundaan kenaikan iuran BPJS Kesehatan bagi peserta bukan penerima upah (PBPU).
"Hasil rapat koordinasi ini akan diajukan untuk dipertimbangkan dalam rapat terbatas," kata Staf Ahli Bidang Ekonomi Kementerian Kesehatan Donald Pardede, di Jakarta, Senin (28/03).
Rencana semula, kenaikan iuran itu berlaku mulai Jumat (01/04). Namun gara-gara dibanjiri protes, kini pemerintah masih ragu untuk menerapkan atau membatalkannya.
Presiden Joko Widodo yang akan memutuskannya. Namun Donald tak merinci hasil kesepakatan yang diambil dalam rapat koordinasi antar kementerian dan instansi pemerintah tersebut. Kementerian Kesehatan berharap, rapat terbatas di Kantor Presiden bisa digelar secepatnya.
"Kami berharap rapat terbatas dilaksanakan pada minggu ini," ujar Donald.
Donald mengatakan, dengan begitu, keputusan mengenai perubahan iuran ini bisa segera diumumkan."Jadi belum ada keputusan ditunda atau lanjut."
Sebelumnya, gelombang protes pemberlakuan iuran baru bagi PBPU menuai protes dari berbagai kalangan. Mulai dari pengusaha, pekerja dan kalangan legislatif. Mereka menuntut Peraturan Presiden Nomor 19/2016 tentang Perubahan Kedua Perpres Nomor 12/2014 tentang Jaminan Kesehatan dicabut.
Tak kurang dari delapan dari sepuluh fraksi di Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) juga meminta implementasi kenaikan iuran JKN bagi PBPU ditunda.
Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Sanny Iskandar berharap, pemerintah menunda dulu kenaikan iuran JKN bagi PBPU. Sebab, batas waktu yang tersisa sudah mepet dan sulit untuk menetapkan rumusan perubahan baru yang bisa disepakati semua pihak. Baik dari kalangan buruh, pekerja mandiri, hingga pengusaha.
Menurut Sanny, setelah ada keputusan penundaan maka pemerintah bisa mengajak semua pihak untuk membahas formula perubahan tarif baik seperti untuk pekerja mandiri dan aturan standar batasan penghitungan iuran baik dari penghasilan tidak kena pajak (PTKP) atau dengan nominal Rp8 juta per bulan.
"Sebaiknya penundaan dulu, baru nanti pengusulan penghitungannya," ujar Sanny.
© Copyright 2024, All Rights Reserved