Sebuah keniscayaan bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dapat menjadi negara maritim yang berdaulat, mandiri dan berdaya saing tinggi. Namun, perjuangannya bukanlah perkara mudah. Apalagi kalau hanya dengan sebuah jargon atau omongan tanpa perencanaan yang matang.
Sebagai catatan, negara maritim adalah negara yang mampu menguasai, mengelola dan memanfaatkan wilayah lautan dengan strategi yang tepat untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya.
Syarat fisik, Indonesia sangatlah memungkinkan untuk mencapai itu. Indonesia mempunyai syarat menjadi sebuah negara maritim, baik secara geostrategi, geopolitik maupun geoekonomi.
Tapi, kondisi maritim Indonesia saat ini masih jauh tertinggal dari negara-negara lain. Bahkan dengan Singapura, kita tertinggal jauh. "Negeri selebar daun kelor" itu telah menjelma menjadi sebuah negara maritim yang mampu menguasai hampir semua lalu lintas perdagangan menuju Asia-Pasifik. Singapura memiliki stratagi yang jitu dengan memanfaatkan posisi strategis di Selat Malaka.
Salah satu raksasa maritim dunia saat ini adalah Tiongkok. Transformasi negara itu menjadi sebuah kekuatan maritim dunia memerlukan waktu setidaknya 80 tahun dengan segala potensi dan keseriusan yang dimilikinya.
Janji Jokowi menjadikan Indonesia menjadi Poros Maritim Dunia dalam waktu 5 tahun, tentu menjadi sebuah lelucon bagi negara-negara lain yang kemampuan maritimnya sudah sangat jauh di atas Indonesia.
Istilah Poros Maritim Jokowi telah membuat substansi perjuangan Indonesia menuju negara maritim menjadi kabur dan jauh dari perencanaan matang.
Kekurangan Indonesia dalam bidang maritim masih sangat banyak. Baik dari aspek transportasi laut, penguasaan IPTEK, SDM maritim juga paradigma. Mindset bangsa ini masih jauh dari mindset maritim. Bahkan, regulasi-regulasi terkait maritim masih saling tumpang tindih tak karuan. Lantas, bagaimana bisa Jokowi “sesumbar” akan menjadikan Indonesia Poros Maritim Dunia dalam 5 tahun?
Sesumbar itu makin membuat yakin, bahwa sesungguhnya Jokowi tidak memahami substansi dasar maritim. Dan lebih mengherankan lagi, banyak orang mendadak menjadi pemerhati maritim tanpa tahu apa itu maritim. Mereka tanpa malu dan sungkan mendukung gagasan konyol itu. Entah apa tujuannya.
Jika memang serius ingin menjadikan Indonesia menjadi negara maritim yang besar, Indonesia harus membenahi dahulu hal-hal mendasar di berbagai sektor maritim yang masih amburadul.
Istilahnya, benahi dan bangun pondasi yang kokoh dulu. Sinkronkan dulu regulasi yang tumpang tindih. Benahi sistem pelayaran agar keanggotaan Indonesia di International Maritime Organization (IMO) bisa membaik.
Saat ini, Indonesia masih masuk kita masih kategori C. Kategori terendah di IMO. Ini bukan karena adanya diskriminasi. Syarat keanggotaan IMO itu adalah hasil kesepakatan negara-negara anggota IMO. Hharus diakui bahwa kondisi maritim kita saat ini masih amburadul.
*Direktur Indonesia Maritime Institute (IMI), Dr. Y. Paonganan
© Copyright 2024, All Rights Reserved