Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas, mengaku kecewa dengan pernyataan yang menyebutkan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) bukan merupakan hukum positif dan tidak bisa dijadikan rujukan.
"Saya sayangkan ketika Pak Kapolri bilang kalau Fatwa MUI tidak bersifat hukum positif, hukum kan ada empat, salah satunya hukum agama, lalu yang dikeluarkan oleh MUI adalah fatwa agama, tentu ini hukum positif," ujar mantan Ketua KPK tersebut kepada pers di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Selasa (20/12).
Ditambahkan Busyro, ucapan Kapolri justru bersifat dikotomis tanpa mempertimbangkan landasan hukum agama dari fatwa tersebut. Fatwa yang dikeluarkan oleh MUI, ujar Busyro, sama sekali tidak akan memimbulkan konflik jika dipersepsi dengan benar.
"Saya tidak permasalahkan fatwa itu, isinya sudah benar. Harusnya (Kapolri) bisa bersikap seperti Kapolres Kulonprogo dan yang lain yang bisa menyambut baik fatwa ini," kata dia.
Lebih lanjut, Busyro menyayangkan sikap Tito yang justru langsung mengeluarkan pernyataan dan penindakan keras terhadap kejadian tersebut. Ia menyebut, sikap Kapolri dalam melakukan penindakan permasalahan ini berbeda dengan sikap ketika menangani aksi pada 2 Desember lalu.
Kapolri ketika menangani #aksi212, ujar Busyro, cenderung hati- hati dan tidak terburu buru dalam menyikapi suatu konflik yang terjadi di masyarakat.
Busyro menilai Kapolri lebih teliti dan mendatangi secara langsung pihak-pihak yang terlibat saat itu, termasuk MUI. Namun, kata Busyro, sikap itu tidak lagi ditunjukkan oleh Kapolri ketika menangani aksi razia yang dilakukan oleh salah satu organisasi masyarakat terkait atribut natal.
"Akan lebih baik kalau Kapolri datang langsung ke MUI, bicarakan terkait fatwa ini, jangan langsung keluarkan pernyataan kalau Fatwa MUI bukan hukum positif, kata siapa? Ini kan fatwa agama, saya harap dia mau merevisi ucapannya," katanya.
Sebelumnya Kapolri mengatakan, fatwa MUI bukan suatu rujukan hukum positif sehingga tidak bisa digunakan sebagai acuan penegakan hukum. Mestinya, kata dia, fatwa MUI hanya digunakan sebagai koordinasi antarpihak. "Jadi itu sifatnya koordinasi, bukan rujukan yang bisa menjadi produk hukum bagi semua pihak," katanya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved