Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pemberian Izin Perkawinan dan Perceraian menuai kontroversi. Sebab, dalam pergub tersebut ada klausul izin ASN dapat melakukan poligami.
Direktur Eksekutif Amnesty Internasional menentang pergub tersebut dan menyebut pergub tersebut melakukan diskriminasi terhadap perempuan.
Namun, Ketua Forum Bersama Jakarta (FBJ) berpendapat sebaliknya. Menurut Ketua FBJ, Budi Siswanto, pergun tersebut dapat mencegah Aparatur Sipil Negara (ASN) menelantarkan keluarga.
Melalui keterangan tertulisnya yang dirilis pada Sabtu (18/1/2025), Pergub Nomor 2 Tahun 2025 ini merupakan aturan teknis dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 1990 tentang Perubahan Atas PP Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil.
Budi mengatakan, Pergub tersebut dapat memberikan kepastian hukum. Sebab, meski ASN diperbolehkan memilki lebih dari satu istri, terdapat sejumlah klausul yang harus dipenuhi.
“Pada Pasal 5 ayat 1 mengatur terkait izin memiliki istri lebih dari satu orang dapat dipenuhi dengan persyaratan yakni, istri tidak dapat menjalankan kewajibannya; istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; dan istri tidak dapat melahirkan keturunan setelah sepuluh tahun perkawinan,” ujar Budi.
Kemudian, ASN yang bersangkutan harus mendapat persetujuan istri atau para istri secara tertulis; mempunyai penghasilan yang cukup untuk membiayai para istri dan para anak; sanggup berlaku adil terhadap para istri dan para anak; tidak mengganggu tugas kedinasan; dan memiliki putusan pengadilan mengenai izin beristri lebih dari seorang.
"Beleid ini sangat jelas mengatur persyaratan bagi ASN yang ingin berpoligami tidak bisa didasarkan pada nafsu semata. Kemudian ada perlindungan bagi anak dan istri dari pernikahan pertama," kata Budi.
Budi menjelaskan, mengacu Pergub tersebut, izin berpoligami tidak akan diberikan apabila bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianut Pegawai ASN yang bersangkutan; tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 Ayat 1; bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; alasan yang dikemukakan bertentangan dengan akal sehat; dan/atau mengganggu pelaksanaan tugas kedinasan.
"Jadi aturan ini juga sangat jelas memberikan ruang sebagaimana tuntunan agama dan ajaran masing-masing. Dalam hal ada ajaran agama yang tidak membolehkan poligami Pergub ini juga memberikan kepastian hukum," ujar Budi menambahkan.
Menurutnya, dengan adanya Pergub tersebut dapat menghindarkan ASN berpoligami secara diam-diam tanpa sepengetahuan istri pertama. Sehingga, tidak jarang aduan justru banyak diterima saat ada permasalahan.
"Adanya Pergub ini membuat mekanisme jelas, pimpinan harus mengetahui dan dapat menyatakan kelayakan pemberian izin. Tentunya, pimpinan dari ASN yang akan berpoligami harus memiliki wawasan luas dan dapat memberikan nasehat-nasehat yang baik," kata Budi.
Budi menambahkan, Pergub Nomor 2 Tahun 2025 juga secara tegas mengatur terkait perceraian yang tertuang dalam Pasal 10 hingga Pasal 22.
Payung hukum ini juga mengamanatkan adanya Tim Pertimbangan yang diketuai Sekretaris Daerah (Sekda).
"Melalui pertimbangan secara berjenjang dan seksama tentu hal ini akan sangat baik karena akan ada banyak masukan atau nasehat yang diberikan sebelum melakukan perceraian atau menikah," kata Budi.
Untuk itu, imbuh Budi, FBJ memberikan apresiasi dengan adanya Pergub Nomor 2 Tahun 2025 meski tidak populis bagi sebagian kalangan yang antipoligami.
"Saya kira Pergub ini perlu disosialisasikan secara masif, terutama kepada ASN dan keluarganya agar tidak ada salah tafsir. Pergub ini saya lihat tujuannya baik, jangan sampai disalahartikan," pungkas Budi. []
© Copyright 2025, All Rights Reserved