Menjelang pidato kenegaraan Presiden yang mengantar nota keuangan tahun 2007 pada sidang paripurna DPR, 16 Agustus mendatang, sebuah isu hangat muncul. Kali ini bukan tentang apa yang akan disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di pidato kenegaraannya nanti, tetapi tentang interupsi yang mungkin saja dilakukan anggota Dewan di saat Presiden menyampaikan pidatonya.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Agung Laksono menyatakan, interupsi saat pidato kenegaraan presiden merupakan hak anggota, tergantung dari kearifan dan kedewasaan para anggota Dewan. Namun dia menyarankan, sebaiknya para anggota Dewan tidak menggunakan hak interupsi itu.
"Saya tidak beri peluang, tapi juga tidak melarang," kata Agung Laksono, Senin (14/8), menanggapi keinginan sejumlah anggota Dewan untuk melancarkan interupsi mengkritik berbagai kebijakan pemerintah.
Agung yang juga Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu melihat pidoato kenegaraan itu bukanlah paripurna biasa, tetapi lebih pada seremonial untuk memperingati Hari Kemerdekaan. Pembahasan lebih jauh soal APBN dan Nota Keuangan itu bisa dilakukan di rapat komisi dengan para menteri.
Sementara itu, anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Sabam Sirait mengimbau semua pihak untuk tidak menabukan interupsi. "Yang takut diinterupsi juga belum tentu presidennya," katanya.
Politisi senior PDI-P ini mengungkapkan, pada zaman Orde Baru, pemerintah melalui Sekretariat Jenderal DPR selalu menghalangi anggota Dewan untuk interupsi dengan berbagai cara.
Anggota DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Lukman Hakim Saifuddin juga menilai interupsi sebagai hal yang wajar karena merupakan upaya klarifikasi. " Presiden SBY kan konon pandai melontarkan pemikiran-pemikiran. Harusnya tidak perlu khawatir, layani saja," ujarnya.
Dalam kesempatan terpisah, kalangan DPD meminta Presiden Yudhoyono dalam pidatonya menyampaikan persoalan riil kehidupan berbangsa dan bernegara. Persoalan tersebut antara lain makin melemahnya perekonomian nasional, pemberantasan korupsi dan penegakan hukum, serta kacaunya praktik otonomi daerah.
"Sebaiknya paripurna DPD mendesak Presiden menyampaikan evaluasi terhadap kinerja pemerintahannya dengan jujur dan terbuka," ujar anggota DPD Hendry Frankim.
Sementara itu, Ketua MPR Hidayat Nurwahid berpendapat, ancaman interupsi yang dilakukan anggota DPR dalam sidang paripurna DPR, Rabu (16/8) merupakan peringatan kepada Presiden agar tidak menampilkan pidato yang terlalu normatif sehingga pidato itu perlu menggambarkan apa adanya dan berdasarkan fakta.
"Saya bisa memahami kalau kawan-kawan (anggota DPR) akan melakukan interupsi. Itu hanya semacam {warning} agar pidato itu bukan pidato kenegaran biasa yang menampil sisi-sisi normatif saja, tapi betul-betul menampilkan apa adanya, sesuai fakta dan memungkinkan adanya perbaikan dari seluruh pihak melalui mekanisme yang ada," kata Hidayat Nurwahid.
Menurut mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, interupsi yang dilakukan anggota Dewan itu merupakan cara untuk mengingatkan Presiden agar betul-betul bisa merealisasikan harapan masyarakat.
"Saya kira ini cara-cara anggota DPR untuk mengingatkan Presiden agar dalam menyampaikan pidato kenegaraannya nanti (Rabu), betul-betul pidato kenegaraan yang merealisasikan apa yang diharapkan masyarakat. Kalau ada {proggres} ya sampaikan, kalau ada masalah sampaikan kendalanya apa sehingga rakyat dan anggota DPR juga dapat membantu kendalanya apa, kalau ada masalah bisa didialogkan. Itu bisa dilakukan kalau Presiden menyampaikan pidato apa adanya," katanya.
[Bantah Ditelepon Presiden]
Pada kesempatan lain, Ketua DPR Agung Laksono membantah telah ditelepon Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar tidak ada interupsi dari anggota DPR pada saat menyampaikan pidato kenegaraan 16 Agustus mendatang.
"Saya memang ditelepon Presiden tetapi bukan dalam kaitan dengan soal itu. Presiden menyampaikan bahwa telah ditelepon PM Lebanon dan PM Prancis agar Indonesia segera kirim pasukan perdamaian ke Lebanon," kata Agung Laksono di Gedung DPR/MPR Jakarta, Senin.
Informasi yang berkembang di DPR, sejak Jumat pekan lalu, pihak istana sudah mengkhawatirkan adanya interupsi tersebut dan meminta bantuan Agung untuk mengendalikan rapat. Pada hari Sabtu, Agung pun sempat bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sabtu malam pihak istana kembali menelepon Agung. Namun Agung membantah berita tersebut.
© Copyright 2024, All Rights Reserved