Indonesia dan Australia secara prinsip sudah ada saling pengertian dan kesepakatan tentang pertukaran narapidana (napi). Bahkan, rencananya penandatanganan nota kesepahaman (MoU) itu dilakukan bulan September mendatang.
Hal tersebut terungkap dalam acara jumpa pers Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaludin dan Jaksa Agung Australia Philip Ruddock di sela acara pertemuan keduanya di Nusa Dua, Bali, Kamis (29/6). "Sudah ada kesepakatan tentang perjanjian bilateral mengenai pemindahan narapidana antara kedua negara," kata Hamid Awaludin.
Menurut Hamid, salah satu pertimbangan dalam perjanjian ini adalah kedekatan narapidana dengan keluarganya sehingga tidak membuatnya semakin menderita. Perjanjian ini nantinya meliputi semua jenis kejahatan, kecuali narapidana hukuman mati saja yang tak dapat dipertukarkan.
Selain itu, disepakati juga pemindahan narapidana tidak mengurangi atau memperberat hukuman. Artinya, masa hukuman narapidana yang dipindah tetap. Misalnya, ketika seseorang narapidana di Indonesia divonis pidana tiga tahun, ketika dipindahkan ke Australia juga tetap tiga tahun. Begitu sebaliknya.
Walau {MoU} tentang pertukaran narapidana ini akan ditandatangani September nanti, tetap saja masih ada dua hal yang belum diputuskan. Kedua hal tersebut menyangkut batasan masa hukuman minimal yang bisa dipindahkan dan tentang mekanisme pemindahan.
Inisiatif pertukaran narapidana ini sebenarnya datang dari pihak Australia. Ini dikarenakan banyaknya warga Australia yang dihukum di Indonesia dalam kasus narkoba. Kasus Corby yang divonis 20 tahun penjara di PN Denpasar menjadi alasan utama pihak Australia. Apalagi saat di Lembaga Pemasyarakatan, Corby sangat tertekan dan stres dengan keadaan LP di Indonesia. Sedangkan Indonesia banyak dipusingkan dengan banyaknya nelayan Indonesia yang ditangkap pihak keamanan Australia karena tanpa sadar memasuki wilayah perairan Australia.
© Copyright 2024, All Rights Reserved