Majelis Pimpinan Nasional Pemuda Pancasila (PP) merespons penggeledahan yang dilakukan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di kediaman Ketua Umum PP Japto Soerjosoemarno, Selasa (4/2/2025) malam.
MPN PP meminta semua pihak mengedepankan asas praduga tidak bersalah terkait penggeledahan tersebut.
"Kami menghormati proses hukum dan kami meminta agar semua menghormati serta mengedepankan asas praduga tak bersalah," kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) MPN PP Arif Rahman, Rabu (5/2/2025) malam.
Ada pun penggeledahan yang dilakukan Tim Penyidik KPK itu berkaitan dengan penyidikan kasus dugaan penerimaan gratifikasi dengan tersangka mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari.
Tim Penyidik KPK menyita 11 mobil, uang rupiah dan valuta asing, dokumen dan Barang Bukti Elektronik (BBE) dari penggeledahan yang dilakukan di rumah Japto.
Juru Bicara (Jubir) KPK Tessa Mahardhika Sugiarto menjelaskan, Tim Penyidik KPK sedang berupaya mencari dan menyita aset-aset diduga hasil gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang diduga dilakukan Rita. Hal itu dalam rangka memulihkan aset negar.
Dalam proses penyidikan berjalan, KPK lebih dulu menggeledah rumah kediaman pengusaha batu bara yang juga Ketua Pemuda Pancasila Kalimantan Timur (Kaltim) Said Amin pada Juni 2024 lalu dan rumah kediaman Wakil Ketua Umum MPN PP sekaligus Politikus Partai NasDem Ahmad Ali, Selasa (4/2/2025).
Sejumlah barang bukti seperti uang tunai, tas, jam hingga banyak kendaraan disita penyidik.
Ada pun sebelumnya, Rita Widyasari kembali diproses hukum KPK karena diduga menerima gratifikasi berkaitan dengan pertambangan batu bara, jumlahnya sekitar US$3,3 hingga US$5 per metrik ton batu bara.
Rita diduga menyamarkan penerimaan gratifikasi tersebut sehingga KPK menerapkan Pasal TPPU.
Sejumlah aset yang disinyalir bersumber dari hasil korupsi masih terus didalami penyidik KPK. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan memeriksa saksi-saksi.
Kamis (27/6/2024) lalu, KPK telah memeriksa pengusaha asal Kalimantan Timur yang bernama Said Amin. Tim Penyidik KPK mendalami perihal sumber dana pembelian ratusan mobil yang telah disita sebelumnya.
KPK juga memeriksa dan menggeledah rumah kediaman Direktur Utama PT Sentosa Laju Energy, Tan Paulin alias Paulin Tan, di Surabaya, Jawa Timur.
Pada 16 Januari 2018 lalu, KPK telah menetaoka status tersangka terhadap Rita bersama Komisaris PT Media Bangun Bersama Khairudin.
Rita dan Khairudin diduga mencuci uang dari hasil tindak pidana gratifikasi dalam sejumlah proyek dan perizinan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara sebesar Rp436 miliar.
Mereka disinyalir membelanjakan penerimaan hasil gratifikasi tersebut untuk membeli kendaraan yang menggunakan nama orang lain, tanah, uang tunai, maupun dalam bentuk lainnya.
Kini, Rita mendekam di Lapas Perempuan Pondok Bambu untuk menjalani vonis pidana 10 tahun penjara. Berdasarkan putusan Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA), Rita juga dihukum membayar denda sebesar Rp600 juta subsider enam bulan kurungan dengan hak politik dicabut selama lima tahun, terhitung mulai dari yang bersangkutan selesai menjalani pidana pokok.
Rita terbukti menerima gratifikasi sebesar Rp110,7 miliar dan suap Rp6 miliar dari para pemohon izin dan rekanan proyek. []
© Copyright 2025, All Rights Reserved