Stunting masih menjadi masalah besar bagi Indonesia. Saat ini, Indonesia mendapat berada diperingkat 3 di Asia Tenggara., dengan prevalensi anak yang stunting mencapai 37,2 persen. Para tokoh lintas agama sepakat untuk membantu pemerintah memberantas stunting hingga akarnya.
Anak stunting disebabkan banyak faktor, salah satunya adalah gizi buruk ketika ibu hamil dan ketika 1000 hari kelahiran bayi. Persoalan ini harus diselesaikan bersama. Stunting, bukan saja dapat menimbulkan masalah kesehatan pada anak, tapi juga mengancam kecerdasan dan daya siang anak bangsa.
Rais Syuriah PBNU, KH Ahmad Ishomudin (Gus Ishom) mengatakan, Islam sangat konsen dalam upaya pencegahan stunting. Tingginya angka stunting ini jika tidak diatasi bersama, dikhawatirkan bisa merusak bonus demografi yang dimiliki Indonesia.
Bukaannya jadi bonus, stunting bisa menyebabkan musibah demografi. Apalagi, penyebab stunting di Indonesia banyak. Di antaranya maraknya korupsi yang terjadi di Indonesia. Selain itu, program pencegahan stunting yang sebenarnya sudah ada, namun masih berjalan sendiri-sendiri.
"Akibatnya, bukannya penderita stunting berkurang, tapi malah bertambah. Para orangtua wajib mencegah anak-anaknya menjadi stunting. Karena stunting tidak ada obatnya. Kita pun bisa bersama-sama memerangi stunting," katanya kepada politikindonesia.com disela-sela Dialog Lintas Agama, bertema "Kampanye Gizi Nasional Cegah Stunting," di Jakarta, Kamis (16/11).
Menurutnya, hasil penelitian, anak yang terkena stunting tidak memiliki masa depan yang baik. Karena biasanya dalam segala sisi, terutama kecerdasannya, berkualitas rendah. Melihat kondisi tersebut diperlukan adanya kampanye nasional yang berfokus pada pemahaman, perubahan perilaku, komitmen politik dan akuntabilitas.
"Apabila angka stunting meningkat, maka sangat berpengaruh negatif terhadap masa depan bangsa. Oleh sebab itu, pemerintah harus lebih serius lagi mengurangi angka kemiskinan untuk meningkatkan ketahanan pangan dan gizi. Sehingga tindakan pemerintah atas rakyat harus mengacu kepada kemaslahatan rakyat," ungkapnya.
Diakuinya, Indonesia memang belum berhasil dalam menangani stunting. Karena Indonesia kurang punya kesungguhan dan masyarakatnya sedikit yang fokus dan sungguh-sungguh memerangi stunting. Berbeda dengan Brazil, salah satu negara yang sukses dalam menangani masalah stunting sekitar 7 hingga 10 persen.
"Pada 30 tahun ke belakang, kondisi stunting di Brazil kurang lebih sama dengan Indonesia saat ini. Setiap tahun Brazil bisa menurunkan angka stunting pertahunnya itu sekitar 1 persen. Sementara, Indonesia pada 2007 stunting sekitar 36 persen, pada 2010 turun sekitar 0,4 persen tapi pada 2013 kembali naik menjadi 37,2 persen," ulasnya.
Dia menilai, persoalan stunting selama ini seperti tidak diperhatikan, padahal keberadaannya sangat membahayakan. Oleh sebab itu, pihaknya menjadikan stunting sebagai salah satu fokus penanganan. Apalagi, anggota Fatayat NU rata-rata berada pada rentang usia jelang pernikahan hingga pengasuhan anak-anak di masa awal pertumbuhan.
"Fatayat NU konsisten mengkampanyekan pemberian gizi yang tepat. Karena dari 100 anak usia di TK dan SD, ada sekitar 40 anak yang mengalami stunting. Berdasarkan hasil pemantauan status gizi oleh Kementerian Kesehatan angka kasus stunting di Indonesia pada tahun 2016 sebesar 27,5 persen bayi di Indonesia berada dalam status stunting," imbuhnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved