Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengevaluasi pelaksanaan Nota Kesepakatan Bersama (NKB) Percepatan Pengukuhan Kawasan Hutan Indonesia. Evaluasi dilakukan bersama pimpinan 12 kementerian dan lembaga, para gubernur dan bupati dari 18 provinsi.
Dalam keterangan persnya, Selasa (11/11), Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas, mengatakan, NKB bukan semata-mata fokus pada pengembalian potensi penerimaan negara, melainkan juga perbaikan pada tata kelola yang lebih berkeadilan.
“Sebab dalam perundangan, rakyat yang berdaulat itu harus menjadi penerima manfaat utama dari kebijakan pemerintah yang adil dan sejahtera," ujar dia.
Dari salah satu persoalan saja, katanya, misalnya perizinan sumber daya alam masih rentan suap atau pemerasan. Berdasarkan hasil kajian KPK pada 2013, untuk satu izin Hak Pengusahaan Hutan/Hutan Tanaman Industri (HPH/HTI), potensi transaksi koruptif berkisar antara Rp688 juta - Rp22 miliar setiap tahun.
Ada pula persoalan mengenai ketidakpastian status pada lebih dari 100 juta hektare kawasan hutan, serta ketimpangan yang terjadi pada pengelolaan hutan oleh kepentingan skala besar. Hanya sekitar 3 persen yang dialokasikan untuk skala kecil.
Disebutkan, setahun berjalan, hingga saat ini total implementasi NKB baru mencapai 50 persen. Secara riil, angka tersebut seharusnya dapat menjadi indikator peningkatan kepastian hukum dan keadilan dalam pengelolaan sumber daya alam, termasuk memberikan kontribusi Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) kepada negara.
Di bidang harmonisasi regulasi dan kebijakan SDA misalnya, perkembangan implementasi telah menyusun rancangan yang merevisi Peraturan Pemerintah tentang Perencanaan Hutan, Penerbitan Permentan 98/2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan, serta Penerbitan Permen ESDM 37 tahun 2013 tentang Kriteria Teknis Peruntukan Kawasan Pertambangan dan Pengembangan Minerba One Map Indonesia.
Perkembangan implementasi pada hal teknis dan prosedural pengukuhan kawasan hutan telah tercapai beberapa hal, antara lain pemutakhiran peta dasar skala 1:50.000 dan penyediaan citra satelit resolusi tinggi kepada pemerintah daerah, pelaksanaan pelatihan pemetaan partisipatif dan rancangan SOP pemetaan partisipatif, serta penerbitan Permenhut P.62/2013 tentang perubahan Permenhut P.44/2012 dan Permenhut P.25/2014 tentang Panitia Tata Batas.
Terkait dengan resolusi konflik, telah tercapai dua hal, yakni Pelaksanaan National Inquiry oleh Komnas HAM, serta penerbitan edaran kepada pemerintah daerah untuk segera melakukan pemetaan sosial terhadap masyarakat hukum adat dan masyarakat lokal di sekitar hutan.
Namun demikian, sejumlah hambatan dan tantangan juga masih ada dalam perjalanan implementasi NKB ini.
Hambatan yang dihadapi seperti persoalan egosektoral dan koordinasi antarkementerian/lembaga, implementasi rencana masih menjadi pemenuhan dokumen semata dan belum memberikan kontribusi terhadap kepastian hukum.
Selain itu, pelibatan masyarakat dinilai belum optimal, perlu memperhatikan arah pembangunan pemerintahan baru dan perubahan strukturnya, dan rencana aksi kurang fokus pada hal-hal strategis.
© Copyright 2024, All Rights Reserved