Anif Solchannudin (24) terdakwa kasus peledakan bom Kuta dan Jimbaran, 1 Oktober 2005 lalu divonis. Majelis hakim Pengadilan Negeri Denpasar yang dipimpin Daniel Palittin, Kamis (14/9), menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara. Hukuman itu lebih berat dibanding tuntutan Jaksa Putu Indriati yang sebelumnya menuntut hukuman 10 tahun penjara.
Menurut majelis hakim, hal yang memberatkan karena Anif sempat menawarkan diri menjadi pelaku bom bunuh diri. Selain itu, Anif juga menyimpan dan memiliki senjata api beserta pelurunya saat ditangkap di Semarang, Jawa Tengah.
Hakim Daniel sempat mengulang membacakan putusan hukuman atas permintaan Anif. Padahal, sebelumnya Anif sudah menyatakan rida dan menerima putusan hakim itu. Namun, pengacara Anif, Dewa Agus, tetap akan mengajak terdakwa banding.
Anif juga menjadi pengantar Reno (belum tertangkap) ke sekolah tempat Abdul Aziz di SMA Al Irsyad, Pekalongan, September 2005. Mereka membawa rekaman orasi Noordin M Top soal pertanggungjawaban peledakan bom 1 Oktober 2005, sebelum peristiwa itu terjadi.
[Banding]
Di tempat terpisah, terdakwa lainnya yang juga terkait peledakan bom Kuta dan Jimbaran, Mochammad Cholily (28) dan Dwi Widiyarto (34), mengajukan banding, kemarin. Cholily mendapat vonis 18 tahun penjara dan Wiwid 8 tahun dalam persidangan di PN Denpasar, pekan lalu.
Upaya banding Cholily disampaikan oleh pengacaranya, Mudjito, sedangkan banding Wiwid didaftarkan oleh pengacaranya, Surya Hadi Budi. Pernyataan itu juga dikemukakan Cholily seusai menjadi saksi dalam dugaan kasus terorisme dengan terdakwa Ahmad Basir Umar (32) di PN Malang, kemarin.
Niat banding itu diungkapkan Cholily kepada kuasa hukumnya dari Denpasar yang saat itu hadir, Bambang Triyanto. Dia sekaligus meminta Tim Pembela Muslim, yang saat itu menjadi kuasa hukum Basir, untuk mengurus permohonan banding tersebut. Sementara Abdul Aziz, yang juga telah divonis 8 tahun penjara, kepada pengacaranya, Zulfikar Ramli, menyatakan menerima putusan tersebut.
© Copyright 2024, All Rights Reserved