Mantan Hakim Mahkamah Konstitisi (MK) Maruarar Siahaan menilai, hakim Cepi Iskandar tidak patuh pada hukum acara saat memimpin sidang praperadilan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto. Ini terkait sikap Cepi yang menolak diputarnya rekaman yang menjadi dasar penetapan Novanto sebagai tersangka kasus e-KTP.
Pendapat itu disampaikan Maruarar dalam diskusi Pusat Kajian Kebijakan Publik dan Hukum (Puskapkum) terkait praktik korupsi di lembaga peradilan, di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (18/10).
Seperti diketahui dalam persidangan itu, hakim Cepi menolak permohonan Biro Hukum KPK untuk memutar barang bukti rekaman milik KPK. Saat itu, Cepi beralasan meski pembuktian penting, namun tetap harus ada perlindungan HAM.
“Dia tidak patuh pada hukum acara. Hakim tidak boleh menolak bukti dari para pihak. Orang mau dihukum mati aja harus didengar pendapatnya," ujar Maruarar.
Lebih jauh Maruarar berpandangan, alasan yang dijadikan dasar Cepi menolak pemutaran rekaman tidak bisa dijadikan pembenaran. Cepi tak masalah rekaman diputarkan jika tak ada nama-nama tertentu yang disebutkan di dalamnya. Namun, ia tak setuju rekaman diputar jika ada nama-nama tertentu yang disebutkan.
Cepi meminta agar rekaman itu diserahkan saja kepadanya dalam bentuk digital. Nantinya, ia yang akan menilai apakah rekaman itu bisa dijadikan bukti atau tidak. Karena hakim menolak, rekaman tersebut akhirnya tidak jadi diputarkan. KPK pun tidak jadi menyerahkan rekaman itu kepada hakim sebagai bukti.
Dikatakan Maruarar, Cepi seharusnya bisa mengabulkan permintaan KPK memutar rekaman tersebut. Jika khawatir soal perlindungan HAM, ia dapat memutuskan sidang tersebut digelar tertutup. “Itu sidang bisa tertutup. Kalau itu sudah dilakukan maka saya bisa bilang dia tidak melakukan pelanggaran," kata Maruarar.
Seperti diketahui hakim Cepi Iskandar dalam putusannya, menerima sebagian gugatan praperadilan yang diajukan Novanto. Dalam putusannya, menyatakan, penetapan tersangka Novanto oleh KPK tidak sah.
© Copyright 2024, All Rights Reserved