Kuasa hukum Agung Sedayu Group, Muannas Alaidid, memberikan penjelasan mengenai kepemilikan sertifikat hak guna bangunan (HGB) di daerah pagar laut misterius sepanjang 30 kilometer di pesisir Tangerang, Banten.
Muannas mengakui memang benar sebagian kecil HGB di area pagar laut di wilayah tersebut dimiliki anak usaha kliennya, yakni PT Intan Agung Makmur (IAM) dan PT Cahaya Inti Sentosa (CIS).
Namun Muannas menjelaskan, HGB milik kliennya hanya terbatas di dua desa di Kecamatan Pakuhaji.
"Dari 30 kilometer pagar laut, kepemilikan HGB anak perusahaan PIK PANI (PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PIK2) dan PIK non-PANI hanya ada di dua desa di Kecamatan Pakuhaji, tepatnya Desa Kohod. Di tempat lain, dipastikan tidak ada," kata Muannas Alaidid, Kamis (23/1/2025).
Menurut Muannas, pagar laut tersebut membentang hingga melewati 6 kecamatan di wilayah Tangerang.
Muannas memastikan tidak seluruh HGB di area pagar laut tersebut dimiliki Agung Sedayu Group atau anak usahanya.
"Saya perlu luruskan agar tidak menjadi liar opininya. Panjang pagar itu didapati melewati 6 kecamatan. Bukan semua pagar laut itu ada SHGB-nya. Bahwa SHGB anak perusahaan PANI dan non-PANI, PT IAM dan PT CIS, hanya ada di satu kecamatan di Desa Kohod. Jadi, bukan sepanjang 30 km itu ada lahan SHGB milik kita," sebut Muannas.
Menurut Muannas, keberadaan pagar laut di wilayah Tangerang bukanlah hal baru.
Muannas mengutip pernyataan mantan Bupati Tangerang, Zaki Iskandar, yang mengaku sempat meninjau langsung area pesisir tersebut pada 2014, sebelum PIK 2 berdiri.
"Soal pagar laut, menurut pengakuan mantan Bupati Tangerang Zaki Iskandar, saat baru dilantik, beliau melakukan kunjungan di tahun 2014 dengan menyewa 3 boat bersama sejumlah awak media memantau langsung kondisi pesisir pantura Kabupaten Tangerang. Sudah ada pagar-pagar laut itu sebelum PIK 2 ada, bahkan sebelum Pak Jokowi menjabat presiden," kata Muannas.
Muannas mengatakan, dirinya belum menerima informasi resmi soal rencana Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid untuk mencabut SHGB di wilayah tersebut,
Muannas mengatakan, langkah hukum dan yuridis perlu dilakukan sebelum keputusan pencabutan diambil.
"Kami masih cek apa yang menjadi alasan pencabutan sebab belum ada otentik tertulis yang kami terima melalui surat resmi. Para pihak mesti cek dulu soal pernyataan Pak Menteri (Nusron) yang rencananya membatalkan SHGB itu. Kita mesti pelajari alasan prosedur dan alasan yuridis yang menjadi pertimbangannya. Jadi, kami belum bisa tanggapi lebih jauh," kata Muannas.
Muannas mengklaim SHGB yang dimiliki anak perusahaan PANI diperoleh melalui proses legal dan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Menurut Muannas, lahan tersebut dibeli dari masyarakat pemilik Sertifikat Hak Milik (SHM), kemudian dilakukan proses balik nama secara resmi.
"Apalagi SHGB di atas sesuai proses dan prosedur. Kita beli dari rakyat SHM dan di balik nama resmi, bayar pajak, dan ada SK surat izin lokasi atau PKKPRL (Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut) ," pungkas Muannas. []
© Copyright 2025, All Rights Reserved