Penasehat hukum mengajukan 7 permohonan saat menyampaikan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan yang ditujukan kepada kliennya, Setya Novanto. Mereka meminta majelis hakim menerima keberatan yang diajukan.
“Surat dakwaan disusun secara tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap," kata penasihat hukum Novanto, Maqdir Ismail, saat membacakan eksepsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (20/120.
Dalam sidang pekan lalu, Novanto didakwa terlibat dalam korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP. Jaksa KPK menyebutkan Novanto menerima uang US$ 7,3 juta dari proyek tersebut yang diberikan Irvanto Hendra Pambudi Cahyo dan Made Oka Masagung secara bertahap.
Menyanggah dakwaan, Maqdir mengatakan, ada 7 permohonan dari terdakwa kepada majelis hakim. Yang pertama, hakim diminta untuk menerima keberatan atau eksepsi terdakwa.
Kedua, menyatakan bahwa surat dakwaan penuntut umum tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap serta kabur dan oleh karenanya batal demi hukum, atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima.
Maqdir mengemukakan sejumlah hal yang disebutnya bukti tidak cermatnya dakwaan. Diantaranya, tentang nilai kerugian keuangan Rp 2,3 triliun yang tidak sesuai. Kerugian tersebut tidak memperhitungkan uang USD 7,3 juta yang dituduhkan untuk Novanto dan USD 800 untuk Charles Sutanto Ekapradja dan Rp 2 juta untuk Tri Sampurno dengan total Rp 105 miliar.
Selain itu, jaksa juga dianggap tidak cermat tentang nama penerima fee proyek e-KTP beserta jumlahnya. Contohnya, dalam dakwaan Irman dan Sugiharto, Gamawan Fauzi dinyatakan menerima uang sebesar USD 4,5 juta dan Rp 50 juta.
Namun, dalam dakwaan Andi Agustinus alias Andi Narogong jumlah fee yang diterima oleh Gamawan Fauzi menjadi hanya Rp 50 juta saja.
Sementara itu, dalam dakwaan atas Setya Novanto nilai fee yang diterima Gamawan Fauzi bertambah menjadi Rp 50 juta, satu unit Ruko di Grand Wijaya, dan ditambah dengan sebidang tanah di Jalan Brawijaya III, Jakarta Selatan.
Penasehat hukum juga mempersoalkan, beberapa nama penerima fee juga tidak disebutkan seperti dalam dakwaan Irman dan Sugiharto. Contohnya, Ganjar Pranowo dinyatakan menerima fee sebesar USD 520 ribu, Yasonna Laoly menerima USD 84 ribu dan Olly Dondokambey menerima USD 1,2 juta. Namun, dalam dakwaan Andi Narogong dan Setya Novanto, nama-nama tersebut hilang.
Poin ketiga permohonan eksepsi yaitu menyatakan perkara tidak dapat dilanjutkan. Keempat, memerintahkan agar berkas Perkara Pidana Nomor No130/PID.SUS-TPK/2017/PN.JKT.PST milik Novanto beserta barang buktinya dikembalikan kepada jaksa penuntut umum.
Kelima, membebaskan Setya dari Rumah Tahanan Negara Klas I Jakarta Timur cabang KPK, seketika setelah putusan diucapkan.
Keenam, melakukan rehabilitasi dan mengembalikan kedudukan hukum Novanto sesuai dengan harkat dan martabatnya dan terakhir membebankan biaya perkara kepada Negara atau apabila majelis hakim berpendapat lain untuk diputus seadil-adilnya.
Usai pembacaan eksepsi, majelis hakim memutuskan untuk menunda sidang hingga Kamis (28/12) pekan depan. Sidang lanjutan dengan agenda mendengarkan, jawaban jaksa atas eksepsi yang disampaikan terdakwa.
© Copyright 2024, All Rights Reserved