Kisruh politik yang berkepanjangan di Thailand akhirnya berbuntut kudeta. Negeri ’gajah putih’ itu telah terseret dalam krisis politik yang dalam sejak sembilan bulan terakhir, di mana ketegangan meningkat antara tentara, polisi, kerajaan dan pemerintah.
Setelah menahan diri selama 15 tahun lebih, akhirnya militer Thailand kembali melibatkan diri dalam dunia politik. Ketika Perdana Menteri (PM) Thaksin Shinawatra tengah mengikuti Sidang Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), militer Thailand membekukan konstitusi dan memberlakukan keadaan darurat.
Militer melancarkan kudeta terhadap Thaksin dengan mengepung kantornya dengan tank, mengambil-alih stasiun televisi dan mengumumkan pemerintah peralihan yang berjanji setia kepada raja. ”Militer membekukan konstitusi dan memberlakukan keadaan darurat di Bangkok setelah pengambilalihan kekuasaan,” kata seorang juru bicara pemimpin kudeta itu, Selasa (19/9).
"Dalam upaya menjaga hukum dan ketertiban, Dewan Reformasi Politik pertama-tama mengumumkan bahwa Konstitusi 1997 dibekukan," kata Mayjen Prapas Sakuntanak di televisi nasional.
"Yang kedua, parlemen, baik DPR maupun Senat, serta kabinet dibekukan, demikian juga Pengadilan Konstitusi," katanya. "Semua pengadilan lain, kecuali Pengadilan Konstitusi, masih sah dan bisa melanjutkan fungsi mereka," tambahnya.
Militer juga memberlakukan keadaan darurat di ibukota Thailand tersebut, membatalkan dekrit keadaan darurat yang diberlakukan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra, dan memerintahkan semua prajurit melapor kepada komandan mereka.
"Dewan Reformasi Politik mengumumkan keadaan darurat dan memberlakukan pemerintahan darurat di kawasan metropolitan Bangkok mulai pukul 21.05 (pukul 23.05 WIB) pada 19 September," katanya.
Panglima Militer Thailand Letjen Sonthi Boonyaratglin dalam sebuah pernyataan di televisi, Sonthi mengatakan, pengambilalihan kekuasaan itu hanya besifat sementara dan pemerintah akan "dikembalikan kepada rakyat Thailand secepat mungkin".
Ia mengatakan, kudeta perlu dilakukan karena "pemerintah yang terpilih secara demokratis telah menimbulkan perpecahan yang tidak terduga-duga di masyarakat Thailand".
[Krisis Politik]
Krisis politik di Thailand itu disulut aksi penjualan 49 persen saham Shin Corp kepada Temasek Holdings dari Singapura. Perusahaan tersebut dijual (dan keluarga Thaksin meraih keuntungan 1,9 miliar dollar AS) hanya dua hari setelah Pemerintah Thailand mengubah peraturan rasio kepemilikan saham perusahaan asing dari 25 menjadi 49 persen. Thaksin kemudian menjadi bulan-bulanan karena dituduh memperkaya diri sendiri.
Gelombang aksi unjuk rasa menuntut pengunduran diri Thaksin kemudian melanda Thailand. Puncaknya, tanggal 4 April lalu, Thaksin mengumumkan pengunduran dirinya. Namun, tanggal 23 Mei secara tiba-tiba Thaksin menyatakan kembali menjabat sebagai PM. Sejak kembalinya Thaksin, situasi politik di Thailand dilanda ketidakpastian. Berbagai persoalan mulai dari investasi yang tertunda hingga kasus narkoba melanda negeri itu dalam beberapa bulan terakhir.
Situasi ini membuat banyak pengamat memperkirakan militer Thailand akan tampil ke pentas politik guna mengambil kekuasaan dari Thaksin. Spekulasi ini berkali-kali dibantah, namun hari Selasa (19/9) semua menjadi kenyataan.
© Copyright 2024, All Rights Reserved