Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi menyerahkan naskah revisi Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) kepada DPR, kemarin, Selasa (22/12). Revisi tersebut disampaikan melalui surat bernomor R-79/Pres/12/2015 bertanggal 21 Desember 2015.
Dalam surat tersebut, Presiden memerintahkan agar Menteri Komunikasi dan Informatika dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia mewakili pemerintah dalam pembahasan revisi dengan DPR.
Situs Kemenkominfo, Rabu (23/12) menyebutkan, Menkominfo Rudiantara mengatakan bahwa muatan utama revisi UU ini adalah pengurangan ancaman pidana. Semula ancamannya mencapai 6 tahun, tetapi kini dikurangi menjadi 4 tahun saja.
Efek perubahan ini adalah orang yang diancam UU tersebut tidak perlu ditahan. Selain itu, revisi juga memperkuat posisi pasal 27 ayat (3) sebagai delik aduan, sehingga korban pencemaran nama baik mesti mengajukan laporan agar dapat diproses oleh penyidik.
Dengan dikirimkan naskah RUU Revisi UU ITE ke DPR RI, selanjutnya Pemerintah menunggu undangan pembahasan bersama DPR RI. Rencananya pembahasan dilakukan mulai masa sidang Januari 2016.
Sebelumnya, revisi UU ITE ini sempat menjadi sorotan dan disebut-sebut "hilang". Maksudnya bukan hilang secara fisik, melainkan kehilangan momentum pembahasan. Sebab saat itu DPR sudah menjelang reses, sementara pembahasan UU ITE yang mestinya masuk prolegnas 2015 tak kunjung selesai.
Saat dikonfirmasi mengenai hal ini, tepatnya Rabu (02/12) lalu, Rudiantara mengatakan, pihaknya sudah membahasnya dalam rapat kabinet dengan Presiden, menandatangani naskah revisi, menyelesaikan administrasi yang dibutuhkan dan mengirimkannya ke DPR.
"Setelah rapat terbatas kabinet, sekitar Oktober lalu, saya sudah tanda tangan naskah. Pokoknya saya kejar terus, ke Komisi 1 (DPR-red) juga update soal ini. Kalau lambat-lambat nanti saya bawa ke Badan Legislatif (Baleg) lah," jelas Rudiantara.
© Copyright 2024, All Rights Reserved