Pemerintah mengusulkan dibentuknya Majelis Kehormatan Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang bertugas memantau pelaksanaan kode etik anggota BPK dan pemeriksa. Hal itu dalam rangka menjaga martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas BPK, diusulkan adanya kewajiban menyusun kode etik dan untuk menegakkan kode etik dibentuk Majelis Kehormatan Kode Etik BPK.
Ketua Panitia Kerja RUU tentang BPK, Ishartanto, ketika menyampaikan hasil pembahasan di tingkat Panja kepada Panitia Khusus (Pansus) RUU BPK-DPR di Jakarta, Rabu, menyebutkan pemerintah minta usulan itu ditambahkan dalam pasal 30 sebagai ayat baru (ayat 1). "Ayat baru itu berbunyi: Majelis Kehormatan Kode Etik BPK terdiri dari unsur anggota BPK, profesi, dan akademisi," kata Ishartanto.
Lebih lanjut di bagian penjelasan pasal 30 ayat (1) disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Majelis Kehormatan Kode Etik BPK yaitu majelis yang mempunyai tugas utama memantau pelaksanaan kode etik anggota BPK dan Pemeriksa.
Majelis itu juga berwenang menetapkan adanya pelanggaran kode etik oleh anggota BPK dan pemeriksa, juga mempunyai hak merekomendasikan penjatuhan sanksi hukuman atas pelanggaran tersebut.
Ishartanto menyebutkan secara garis besar materi RUU tentang BPK terdiri dari 11 bab dengan 40 pasal.
Berkaitan dengan kebebasan dan kemandirian BPK dirumuskan yaitu meliputi kelembagaan, pemeriksaan, dan pelaporan. Mengenai kepegawaian dan anggaran tidak dimasukkan dalam unsur kebebasan dan kemandirian BPK.
"Berkaitan dengan kemandirian dan kebebasan BPK, perlu disusun Standar Pemeriksaan Keuangan Negara. Standar itu menjadi pedoman bagi anggota BPK dan pemeriksa," kata Ishartanto.
© Copyright 2024, All Rights Reserved