Target pembahasan tiga RUU Ketenagakerjaan telah molor dari jadwal yang ditentukan. Sampai pertengahan tahun ini, ketiga RUU yang berasal dari inisiatif DPR itu belum juga dibahas. Jika tidak mendapat prioritas serius, tiga RUU yang masuk prioritas Program Legislasi Nasional 2010 terancam gagal.
Hal itu mengemuka dalam diskusi bertajuk “Mendorong Perlindungan dan PenegakKan HAM dalam Legislasi Ketenagakerjaan Prioritas 2010 DPR RI” di Press Room, Gedung Parlemen, Selasa (25/05).
Adapun tiga RUU tersebut masing-masing RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, RUU Revisi UU No.39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI dan RUU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Hadir dalam diskusi tersebut, Anis Hidayah, Direktur Migran Care, Timboel Siregar, dari Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS), Lita Anggraini, Koordinator Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga, (JALA PRT), Sulistri, pjs Sekjen Dewan Eksekutif Nasional Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) dan Rieke Diah Pitaloka, anggota Komisi IX DPR.
Rieke yang ditemui politikindonesia.com seusai diskusi, memprihatinkan terlambatnya pembahasan tiga RUU yang merupakan inisiatif DPR. Padahal ketiga RUU tersebut, sesuai keputusan Sidang Paripurna DPR, 30 November 2009, masuk dalam prolegnas 2009-2014.
Politisi perempuan PDIP itu menambahkan, hingga memasuki semester satu pada 2010 ini belum ada satu progrespun. RUU PRT misalnya, hingga akhir April 2010, Komisi IX hanya memiliki draft ke-1 yang disiapkan Tim Ahli dan Legal Drafter. Draft itu telah diserahkan ke fraksi-fraksi untuk dibahas. Selanjutnya, fraksi-fraksi memberikan usulan hingga ditetapkan sebagai draft Komisi IX.
Namun hal itu terganjal dengan lambannya beberapa fraksi dalam menyerahkan kembali usulan tersebut, sehingga prosesnya jalan di tempat. Sesuai jadwal, draft pembahasan RUU PRT seharusnya sudah masuk ke Komisi IX dan dilakukan harmonisasi dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR pada akhir Mei 2010.
Rieke pesimis draft tersebut rampung tepat waktu, mengingat akhir Mei tinggal tersisa beberapa hari lagi. Disamping itu katanya, Minggu ke-3 Juni DPR sudah memasuki masa reses. Sedang usulan fraksi-fraksi yang sudah masuk baru PDIP, PPP dan PKB.
Menurut istri Donny Gahral Adian itu, tata tertib DPR mengatur pembahasan RUU hanya dua kali masa sidang. “Memang masih boleh ditambah 1 kali masa sidang, namun pembahasannya masuk ke Prolegnas 2011.
Sedang Lita Anggraini mengatakan, ada beberapa alasan fraksi yang belum memasukan usulan itu yakni menganggap fakta-fakta pelanggaran hak-hak dan berbagai bentuk kekerasan PRT itu sebagai kasuistik saja. Bahkan katanya, ada juga yang menengarai UU PRT sebagai upaya kriminalisasi majikan dan titipan asing. Lita menilai fraksi-fraksi tersebut tidak memiliki sensitifitas perlindungan terhadap PRT.
“Mereka mengingkari bahwa fakta pelanggaran hak dan kekerasan yang terjadi di negara yang kita gugat seperti Malaysia dan Arab Saudi juga terjadi di Indonesia. Perlakuan kejam terhadap PRT di Indonesia juga kerap terjadi,” ujar Lita.
Anis Hidayah lebih menyoroti molornya pembahasan RUU Revisi UU No.39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI yang molor hingga berbulan-bulan lamanya. Bahkan hingga kini belum ada satu progrespun.
“Hingga kini belum ada draft apapun di Komisi IX yang notabene merupakan inisiator revisi UU tersebut,” ujarnya.
Pasca UU tersebut disahkan di DPR (20 September 2004) kata Anis, perlindungan terhadap buruh migran Indonesia tidak kunjung menjadi kenyataan. Fakta menunjukkan sebaliknya. Pada 2004 misalnya, angka kematian buruh migran Indonesia mencapai 153 orang. Pada 2009 meningkat cukup tajam hingga 1018 orang. Mayoritasnya adalah perempuan dan PRT migran,
Anis mendesak DPR untuk bertanggung jawab penuh dan berkomitmen tinggi untuk segera merevisinya. “UU tersebut merupakan produk politik yang gagal memberikan perlindungan bagi buruh migran Indonesia. Dan menjadi salah satu sumber masalah dalam migrasi selama ini,” ujarnya.
Sedang Timboel Siregar yang menyoroti, pembahasan RUU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) juga menilai ada keterlambatan pembahasan. Timboel bahkan menuding pemerintah telah mendiskriminasikan pembahasan RUU tersebut. Padahal badan itu adalah amanat dari Pasal 5 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang semestinya sudah diterapkan sejak 19 Oktober tahun lalu.
Timboel menambahkan, draft akhir Panja DPR belum berorientasi untuk mewujudkan sistem jaminan sosial yang progresif. Terutama menyangkut bentuk badan hukum BPJS. Panja DPR menurutnya menghendaki badan hukum korporasi, padahal amanat UU No.40/2004 bentuk badan hukumnya adalah Wali Amanah yang bersifat nirlaba.
Timboel juga menilai SJSN belum secara tegas dan lugas menjamin program jaminan seumur hidup untuk seluruh rakyat. Juga jaminan pensiun, kematian, kecelakaan kerja dan jaminan hari tua.
Para pembicara pada diskusi tersebut mendesak dan menuntut DPR, terutama fraksi-fraksi dan Komisi IX untuk melakukan langkah kongkrit yang partisipatif dan demokratis untuk segera menuntas pembahasan. Mereka juga mewanti-wanti agar fraksi-fraksi itu tidak melakukan politiking yang menjegal dan menghambat pembahasan ketiga RUU tersebut.
© Copyright 2024, All Rights Reserved