Pada sidang paripurna DPR RI, Selasa (11/7) Rancangan Undang Undang Pemerintahan Aceh (RUUPA) disahkan menjadi Undang-Undang. UUPA tersebut menjadi sebuah babak baru bagi masa depan negeri ’serambi mekah’ tersebut.
Perjalanan panjang pembahasan rancangan UU ini sempat mengalami pasang surut dan perdebatan kencang. Tapi, akhirnya didapat kata sepakat. UUPA tersebut adalah bentuk kompromi dari semua perdebatan tersebut. Seperti diungkapkan Ketua Panitia Khusus RUUPA, Ferry Mursyidan Baldan, undang-undang ini bukan lah dibuat untuk memuaskan semua orang, tetapi lebih merupakan regulasi untuk melanggengkan perdamaian di Nangroe Aceh Darussalam.
"UUPA merupakan alat perdamaian dan dalam penyusunannya kami juga sangat memperhatikan aspirasi masyarakat, laporan dari DPRD setempat, dan nota kesepakatan Helsinski," katanya di Jakarta, Selasa.
UUPA terdiri atas pasal-pasal yang disusun secara teliti dan penuh pertimbangan sehingga dibuat sedapat mungkin memperhatikan kepentingan masyarakat. Karenanya, Ferry menghimbau mereka yang menolak kehadiran UU PA tersebut untuk membaca secara detail pasal-pasal dalam UUPA.
"Pasal-pasal di dalamnya itu jangan hanya dibaca sepotong-sepotong, tapi hendaknya dibaca secara keseluruhan sehingga bisa dimengerti isi dan maksud pasal-pasal yang terurai di dalamnya," katanya.
Pro dan kontra seputar disahkannya RUUPA menjadi UUPA itu menurut dia merupakan hal yang wajar sebagai konsekuensi dari kehidupan yang demokratis, tetapi hendaknya jangan sampai melupakan tujuan awal disusunnya RUU PA itu. "Tujuan dari UU ini sangat mulia, yaitu untuk melanggengkan perdamaian di Aceh sehingga wilayah itu bisa memulai membangun diri," katanya.
Ferry mengungkapkan pertimbangan DPR dalam pengesahan UUPA tersebut selain demi melanggengkan perdamaian di Aceh juga karena pertimbangan perlunya upaya pembangunan di Aceh pasca Tsunami, dan menetapkan peraturan untuk daerah sangat istimewa, tapi tetap dalam koridor Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak bertentangan dengan asas konstitusi.
Selain itu, dia mengatakan semua keputusan dalam perumusan RUU PA dilakukan melalui musyawarah tanpa pemungutan suara sekalipun. "Semua materi di dalamnya disepakati melalui musyawarah tanpa voting jadi itu merupakan hasil kesepakatan bersama," katanya.
Dia mengatakan UU itu menitikberatkan pada pelaksanaan pembangunan infrastruktur di Aceh, pendidikan, kesehatan masyarakat, ekonomi rakyat, dan masalah-masalah sosial, seperti kemiskinan yang bertujuan untuk keseimbangan kemajuan pembangunan antar-kabupaten/kota.
Sementara itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan isi UUPA jauh lebih baik dari pada yang tercantum dalam nota kesepakatan ({MoU}) damai Helshinki. Dalam UUPA ini sudah dicantumkan mengenai angka dan jumlah persen dana yang akan didapat oleh Aceh. “Dibandingkan {MoU} Helsinki hanya mengatakan untuk bagi hasil harus dikelola secara transparan, di UUPA ini malah dikelola bersama-sama," kata Wapres.
© Copyright 2024, All Rights Reserved