Desakan terhadap Ketua Mahkamah Konstitusi, Arief Hidayat untuk mundur dari jabatannya semakin mengemuka. Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PP IPM) juga mendesak hal yang sama. IPM bahkan mengirim “surat cinta” kepada Ketua MK.
“Sebagai bentuk kecintaan kami terhadap MK, kami telah menyerahkan surat cinta kepada Ketua MK meminta pengunduran dirinya," kata Ketua PP IPM Muhammad, Irsyad, melalui pesan singkat di Jakarta, Jumat (26/01).
Irsyad mengatakan, surat tersebut telah diserahkan kepada bagian surat menyurat MK pada Jumat pukul 10.30 WIB. Surat tersebut ditandatangani Ketua Umum PP IPM, Velandani Prakoso, dan Sekretaris Jenderal PP IPM, Hafizh Syafaaturrahman.
Dalam surat itu, PP IPM menyebutkan MK memiliki fungsi dan peran utama menjaga konstitusi guna tegaknya prinsip konstitusional hukum. Karena itu, fungsi MK dilaksanakan oleh hakim yang memiliki integritas dan independensi.
“Kami berpendapat bahwa pelanggaran kode etik yang dilakukan Prof Dr Arief Hidayat SH MS selaku ketua MK sebanyak dua kali akan mencederai integritas dan independensi MK serta bukan merupakan pelanggaran kode etik ringan sebagaimana diputuskan oleh Dewan Etik MK," demikian salah satu isu surat tersebut.
Kemarin, Koalisi Masyarakat Selamatkan Mahkamah Konstitusi, yang merupakan gabungan dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Indonesia Corruption Watch (ICW), Pukat UGM, dan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) juga mendesak hal yang sama. Arief dinilai tak pantas lagi menjadi hakim konstitusi karena telah dua kali terbukti melakukan pelanggaran etika.
“Hanya dengan mundur dari jabatannya, Arief Hidayat dapat berkontribusi dalam perbaikan MK ke depan,” ujar koordinator Koalisi, Wahidah Suaib dalam jumpa pers di Sekretaris ICW, Jakarta, Kamis (26/01).
Ia menilai, menilai perilaku Arief tidak mencerminkan sikap negarawan maupun prinsip integritas yang seharusnya dimiliki dan dijunjung tinggi oleh seorang hakim konstitusi.
Catatan Koalisi, pada 16 Januari 2018, Dewan Etik MK sudah menjatuhkan sanksi ringan berupa teguran lisan kepada Arief karena terbukti menemui sejumlah anggota DPR RI pada November 2017.
Pertemuan itu diduga berkaitan dengan pemilihan hakim konstitusi perwakilan DPR RI dan pemilihan Ketua MK.
Sanksi etik terhadap Arief itu bukan yang pertama. Sebelumnya, pada 2015, Dewan Etik MK juga pernah menjatuhkan sanksi kepada Arief atas dugaan pelanggaran etik karena mengirimkan katebelece kepada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung untuk membina salah seorang kerabatnya yang menjadi jaksa.
“Melihat rekam jejaknya yang jauh dari memuaskan Arief Hidayat sudah sepatutnya mundur dari posisi sebagai hakim konstitusi dan Ketua MK. Perilaku-perilaku Arief tidak mencerminkan sikap negarawan maupun nilai integritas yang seharusnya dimiliki dan dijunjung tinggi oleh jakim konstitusi,” sebut Koalisi.
© Copyright 2024, All Rights Reserved