Gagal ikut Pemilukada Kepulauan Riau (Kepri), Gubernur Ismeth Abdullah cukup puas berpartisipasi sebagai pemilih. Itulah yang dijalani terdakwa kasus korupsi itu, setelah Majelis Hakim Pengadilan Tipikor mengizinkannya kembali ke Kepri untuk mengikuti pemilukada. Menariknya, salah satu kandidat gubernurnya, sang istri Aida Ismeth.
"Ya, kami izinkan dengan catatan keputusan ini tidak disalahgunakan," kata Ketua Majelis Hakim Tjokorda Rai Suamba, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Selasa (25/05).
Selain itu, majelis hakim juga meminta Ismeth langsung kembali ke ruang tahanan Lembaga Pemasyarakatan Cipinang usai mengikuti Pemilukada Kepulauan Riau. Majelis hakim, kata Tjokorda, memintanya tidak menyalahgunakan kepercayaan itu. "Majelis hakim memberikan kepercayaan kepada saudara, agar tidak menyusahkan diri sendiri dan usai pemilukada harus dikembalikan ke Cipinang."
Sebelumnya, melalui pengacaranya Luhut MP Pangaribuan, Ismeth melayangkan permohonan izin kepada majelis hakim, agar diizinkan pulang ke Kepri untuk mengikuti pemilihan gubernur. Karena itu, Ismeth tak bisa menyembunyikan kegembiraannya karena permohonannya dikabulkan. Dengan kepulangan itu, ia berharap masyarakat dapat ikut menyukseskan rangkaian pemilukada di daerahnya.
"Mari kita tunjukkan, warga Kepri warga berbudaya," ujarnya.
Menariknya, salah satu pengikuti pemilukada itu, istri Ismeth, Aida Ismeth, berpasangan dengan Edy Wijaya. Pasangan calon gubernur dan wakil gubernur periode 2010-2015, yang diusung Partai Golkar itu, percaya akan memenangkan pertarungan.
Kasus Damkar
Ismeth Abdullah dituding terlibat kasus korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran (damkar). Ia resmi ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan dititipkan di Rutan Cipinang, Jakarta Timur. Penahanan dilakukan setelah Ismeth menjalani pemeriksaan hampir 10 jam, Senin (22/02). Begitu mengetahui akan ditahan, Ismeth keluar dari Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, pukul 17.55 WIB. Raut mukanya terlihat lelah usai menjalani pemeriksaan panjang.
Sebelum memasuki mobil tahanan, Ismeth sempat melontarkan argumen, penahanannya itu berbau politis. Pasalnya, semua itu terjadi berdekatan dengan musim Pilkada. Ismeth yang merupakan pejabat incumbent, berpeluang untuk mengulangi kesuksesannya memasuki periode kedua.
Dengan kasus itu, kansnya menjadi hilang. Antara lain karena penahanan yang berdekatan dengan masa pendaftaran pilkada itu, Ismeth jelas menangkap kuatnya kesan politis tersebut. Menurut kuasa hukumnya, Tumpal H. Hutabarat, dengan penahanan itu, kliennya otomatis gagal mencalonkan diri kembali menjadi Gubernur Kepulauan Riau dalam Pilkada 2010-2015.
"Ya, otomatis tidak jadi mendaftarkan diri," kata Tumpal Hutabarat usai mendampingi Ismeth di gedung KPK, Jakarta, ketika itu.
Tumpal menceritakan, ketika kasus tersebut disidik dan Ismeth Abdullah menjadi tersangka, peluangnya masuk bursa pencalonan pimpinan daerah sudah tertutup. Tetapi, akhirnya banyak dukungan muncul, meski Ismeth juga sudah tak berniat lagi untuk mendaftarkan diri. Begitu perintah penahanan turun, peluangnya akhirnya benar-benar tertutup.
Sebelumnya, Juru Bicara KPK Johan Budi SP menuturkan, Ismeth sebagai mantan Kepala Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam terlibat kasus korupsi pengadaan damkar senilai Rp19 miliar. Dalam kasus itu negara mengalami kerugian Rp5,4 miliar. Kasus Ismeth itu, merupakan pengembangan hasil penyidikan terkait dengan perkara korupsi damkar di provinsi lain termasuk pelaku lainnya yang sedang, dan sudah menjalani persidangan.
Penyidik KPK menjerat Ismeth dengan Pasal 2 ayat (2) dan atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) jo. Pasal 64 KUHP.
Dalam kasus pengadaan korupsi mobil Damkar ini, sejumlah pejabat di daerah dan pusat menjadi terpidana. Di antaranya, mantan Dirjen Otonomi Daerah Oentarto Sindung Mawardi, mantan Gubernur Jawa Barat Danny Setiawan. Lainnya, eks Wali Kota Medan Abudullah, dan bekas Wali Kota Makassar Amiruddin Maula.
Sementara itu, bekas Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno yang disebut-sebut terlibat, sampai kini masih berstatus tersangka. Sejumlah terdakwa jelas menyebutkan Hari Sabarno terlibat. Tetapi, semua itu dibantah Hari Sabarno. Ia mengaku tak terlibat sama sekali.
© Copyright 2024, All Rights Reserved