Maraknya aksi penyelundupan diberbagai sektor selama ini ternyata cukup mendapat perhatian Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Ini ditandai dengan kesepakatan antara Panitia Khusus DPR dan Pemerintah untuk melipatgandakan sanksi bagi pelaku tindak pidana kepabeanan agar memperkuat kepastian hukum dalam pelaksanaan kepabeanan. Dalam RUU Kepabeanan disepakati sanksi maksimal penjara hingga 20 tahun atau denda Rp 100 miliar.
Hal itu diungkap Ketua Panitia Khusus RUU Perubahan UU Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, Irmadi Lubis, usai memimpin Rapat Kerja dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang mengagendakan pandangan fraksi dan penandatanganan RUU Kepabeanan oleh wakil pemerintah dan DPR di Jakarta, Rabu (11/10).
Substansi utama dalam RUU Kepabeanan menurut Irmadi adalah penguatan sanksi termasuk pemisahan jenis penyelundupan. Penyelundupan dalam RUU Kepabeanan ini nantinya akan dibagi menjadi dua yakni penyelundupan biasa dan penyelundupan yang mengganggu sendi-sendi perekonomian.
Selain itu, RUU Kepabeanan juga lebih mudah menjerat penyelundup. Karena dalam aturan lama seseoerang dijerat sebagai penyelundup bisa sudah memenuhi syarat pidananya. Sekarang dipersingkat hanya dengan seseorang sudah dapat dikategorikan sebagai penyelundup maka orang tersebut dapat ditahan.
"Dalam UU lama, semua unsur harus dipenuhi terlebih dahulu baru ditetapkan sebagai penyelundupan. Sekarang satu unsur saja sudah disebut penyelundupan, antara lain pemberitahuan yang salah. Dulu, kalau yang terbukti hanya pemberitahuan yang salah dalam dokumen ekspor impornya tidak akan dijerat pasal penyelundupan. Dengan RUU Kepabeanan sekarang, kami menetapkan, meski hanya satu syarat, itu sudah cukup menjeratnya sebagai penyelundup," jelas Irmadi Lubis.
Karena jenis penyelundupan dibagi dua maka sanksinya pun ada dua. Sanksi bagi penyelundup biasa adalah penjara satu hingga 5 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50 juta hingga Rp 5 miliar. Sementara untuk penyelundupan yang menghancurkan sendi-sendi perekonomian, ditetapkan sanksi yang lebih berat, yakni penjara antara 5 tahun hingga 20 tahun penjara dan atau denda minimal Rp 5 miliar hingga Rp 100 miliar.
"Contoh penyelundupan yang merusak sendi-sendi perekonomian adalah penyelundupan yang menganggu industri garmen," kata Irmadi.
Hukuman bagi aparat Ditjen Bea dan Cukai yang terlibat pelanggaran kepabeanan dan tindak kriminal juga ditingkatkan. Hukumannya menurut Irmadi adalah menambah sepertiga dari hukuman yang diberikan untuk pelaku nonpejabat Ditjen Bea dan Cukai. Hukuman berat juga diberikan kepada pejabat Bea dan Cukai yang salah melakukan perhitungan, yakni ditindak berdasarkan Undang-undang Perbendaharaan Negara Nomor 1 Tahun 2004.
"Yang salah hitung harus mengganti kerugian secara pribadi. Selama ini, aturan kepabeanan tidak memasukan aturan mengenai sanksi yang diatur dalam UU Perbendaharaan Negara tersebut. Di sisi lain, kami juga memberikan penghargaan berupa premi sebesar 50 persen dari nilai denda dan hasil lelang barang hasil selundupan bagi seluruh petugas yang berhasil menggagalkan penyelundupan. Ini dilakukan sebagai upaya keseimbangan," ungkap Irmadi serius.
Dalam RUU Kepabeanan juga mengharuskan pembentukan unit khusus pemeriksa atau audit pada Ditjen Bea dan Cukai guna mengamankan penerimaan negara dari kepabeanan. Keberadaan unit ini ditujukan untuk memperkuat kewenangan Ditjen Bea dan Cukai dalam menggali setiap pelanggaran yang dilakukan eksportir atau importir nakal.
"Untuk memperlancar audit yang dilakukan Ditjen Bea dan Cukai, kami telah menyiapkan sanksi khusus bagi pejabat yang menghambat pemeriksaan, yakni sanksi sepuluh kali lipat dari denda normal. Tetapi untuk pejabat yang menghambat pemeriksaan sekaligus menghambat penerimaan negara hukumannya dilipatgandakan menjadi 15 kali denda normal," lebih lanjut Irmadi menjelaskan.
Menurut Dirjen Bea dan Cukai Anwar Suprijadi, penerapan sanksi akan diserahkan kepada kebijaksanaan hakim. Namun menurutnya, RUU Kepabeanan sudah memberikan kepastian yang lebih tinggi karena menerapkan sanksi minimum yang sebelumnya tidak ada. "Penerapan sanksinya telah menyerap prinsip kesamaan antara eksportir dan importir dengan pejabat Bea dan Cukai. Sanksi untuk pejabat malah lebih berat, ditambah sepertiganya," ujar Anwar.
© Copyright 2024, All Rights Reserved