Ratusan warga Myanmar memprotes pemberian bantuan terhadap bagi pengungsi Rohingya di negara bagian Rakhine. Mereka berusaha memblokade bantuan tersebut dengan melemparkan bom molotov ke arah kapal petugas Palang Merah (ICRC).
Kantor informasi pemerintah Myanmar melaporkan ratusan pemrotes itu mencoba menghentikan kapal berisi 50 ton bantuan di sebuah dermaga di Sittwe, ibu kota Rakhine. Sejumlah pemrotes dilaporkan membawa tongkat kayu dan batang logam.
Massa akhirnya berhasil dibubarkan setelah sedikitnya 200 polisi dikerahkan dan tembakan peringatan ke udara diletuskan. Sedikitna 8 orang ditangkap aparat keamanan dalam kericuhan tersebut.
“Orang-orang itu berpikir bantuan ini hanya untuk orang Benggala," kata Tin Maung Swe, Sekretaris Pemerintahan Myanmar, Jumat (22/09).
Ia menggunakan kata Benggala untuk merujuk kepada masyarakat Rohingya. Pemerintah Myanmar tidak mengakui kewarganegaraan Rohingya dan menganggap mereka sebagai pendatang dari Bangladesh, yang mereka sebut dengan istilah Benggala.
Sementara juru bicara ICRC, Maria Cecilia Goin, memastikan tidak ada petugasnya yang terluka dalam insiden tersebut. Maria menegaskan, pengiriman bantuan oleh organisasinya selama ini dilakukan dengan cara yang netral.
"Semua bantuan darurat yang diberikan organisasi kami didistribusikan dengan cara netral dan tidak memihak," ujar Cecilia.
Sejak krisis kemanusiaan di Rakhine kembali pecah pada akhir Agustus lalu, sedikitnya 1.000 orang, terutama Rohingya, diperkirakan tewas dan ratusan ribu lainnya melarikan diri keluar Myanmar. Di saat yang sama, masih banyak warga Rohingya yang terjebak dan bersembunyi di Rakhine tanpa persediaan makanan dan tempat tinggal yang layak.
Insiden pemblokiran bantuan tersebut semakin memperjelas bahwa perpecahan komunal antara mayoritas warga Myanmar dan etnis minoritas di sana seperti Rohingya masih terjadi. Ketegangan antara nasionalis Buddha dan etnis Rohingya sudah puluhan tahun terjadi dan tak jarang menimbulkan konflik hingga menewaskan ratusan orang.
Persekusi terhadap Rohingya juga diduga dilakukan secara sistematis oleh otoritas Myanmar yang di mulai dengan tidak memasukan suku minoritas itu sebagai etnis resmi Myanmar dalam hukum kewarganegaraan 1982.
© Copyright 2025, All Rights Reserved