Meski {code of conduct} perilaku hakim yang dibuat Mahkamah Agung menuai kritik keras dari kalangan legislatif, Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan bersikeras membolehkan hakim menerima hadiah atau pemberian. Syaratnya, hakim jangan menerima sepanjang pemberi hadiah tersebut terkait kasus yang sedang ditanganinya. Nilai pemberian juga yang kecil-kecil saja.
"Sebetulnya, asasnya memang hakim tidak boleh menerima hadiah. Namun, kalau {toh} ada hakim yang menerima, dia harus tunduk terhadap ketentuan undang-undang. Misalnya, UU Gratifikasi," ujarnya di sela-sela kunjungan ke Pengadilan Negeri Wonosari, Rabu (5/7). Keberadaan Bagir di Wonosari itu dalam rangka kunjungan meninjau kantor pengadilan negeri yang rusak akibat gempa di Yogyakarta dan Jawa Tengah.
Ditanya apakah sudah ada hakim yang menerima pemberian, Bagir mengatakan, "Memang sudah ada hakim yang menerima hadiah, saya kira itu wajar."
Dijelaskan Bagir, {code of conduct} perilaku hakim yang dibuat MA mengacu pada prinsip yang sebelumnya telah disusun oleh hakim-hakim agung sedunia. Dalam {Bangalore Principal} dikatakan seorang hakim, dalam peristiwa tertentu, misalnya ulang tahun dan pada perayaan hari besar keagamaan, boleh menerima hadiah kecil. Hakim juga boleh menerima penghargaan dan keuntungan kecil, sepanjang nilainya wajar. Syaratnya adalah pemberian atau hadiah ini takkan mempengaruhi sikap hakim dalam persidangan.
Selain itu, aturan pemberian hadiah dalam pedoman perilaku hakim juga merujuk pada {code of conduct} hakim di Amerika Serikat. Penerimaan hadiah juga dinilai tidak sampai memengaruhi pekerjaannya sebagai hakim.
Bagir mengatakan, tetap ada batasan bagi hakim yang menerima hadiah. Dicontohkan, untuk nilai pemberian di atas Rp 10 juta, hakim diwajibkan langsung melapor ke Komisi Pemberantasan Korupsi. "Kalau cuma hadiah karangan bunga, hakim takkan tambah kaya. Untuk hadiah di bawah Rp 10 juta, nantinya jaksa yang akan membuktikan pemberian ini bukan suap atau semacamnya. Untuk pemberian lebih dari Rp 10 juta, hakim wajib lapor ke KPK," tuturnya.
Sebelumnya, anggota Komisi III DPR Nursyahbani Katjasungkana berpendapat sikap {permisif} Ketua MA terhadap pemberian atau hadiah akan semakin membentuk kultur hakim koruptif, lebih-lebih apabila pengawasan tidak berjalan. Ia khawatir praktik koruptif di lembaga peradilan akan semakin menjadi.
Bagir menambahkan, pihaknya membutuhkan partisipasi untuk pelaporan mengenai adanya kegiatan mafia peradilan. "Sampaikanlah kepada saya siapa yang jadi mafia peradilan, dan akan kami proses," ujarnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved