Faktor Cina membuat perjanjian bantuan hukum timbal balik dalam perkara tindak pidana korupsi (mutual legal assistance/MLA) antara Indonesia dengan Hongkong tertunda lagi. Ini karena hingga Selasa (10/10) belum turun persetujuan dari pihak Cina tentang perjanjian tersebut. Hal wajar karena bagaimanapun Hongkong SAR merupakan bagian dari Cina.
Sebenarnya pihak Indonesia sangat berharap perjanjian tersebut bisa ditandatangani pada Selasa (10/10) ini sesuai dengan rencana. Hal ini dikemukakan oleh Wakil Jaksa Agung Basrief Arief yang juga Ketua Tim Terpadu Pencari Terpidana dan Tersangka Tindak Pidana Korupsi di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (10/10).
"Kami kan usulkan kepada pihak Hongkong, seandainya Beijing (China) sudah memberikan persetujuan, kami rencanakan 10 Oktober (perjanjian MLA ditandatangani). Namun, kelihatannya belum bisa," jelas Basrief.
Perihal penjadwalan ulang rencana penandatanganan MLA, Basrief menegaskan, terserah kepada pihak Hongkong SAR meskipun Indonesia berharap dapat lebih cepat. Namun, disadari, pihak Hongkong SAR dan China yang dapat menentukan, apakah persiapan MLA sudah selesai atau belum, sehingga dapat ditandatangani.
Menurut Basrief, ada sejumlah hal terkait dengan MLA yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris, Indonesia, dan China. "Kemarin mereka menanggapi sedikit yang diterjemahkan ke Indonesia. Minggu lalu kami kirim lagi," ungkap Basrief lebih jauh.
© Copyright 2024, All Rights Reserved