Rapat Paripurna DPR RI di Gedung DPR/MPR Jakarta pada Selasa kemarin menyetujui pengesahan RUU Perlindungan Saksi dan Korban menjadi UU. Dalam rapat paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR Soetardjo Soerjogoeritno tersebut, semua fraksi menyampaikan pendapat akhir dan menyatakan setuju disahkannya UU ini.
UU Perlindungan Saksi dan Korban dimaksudkan agar setiap orang yang mendengar sendiri, dan/atau mengalami sendiri suatu perkara pidana merasa aman dari berbagai ancaman saat ia memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan. UU ini tidak hanya memberikan perlindungan terhadap saksi dan korban, tetapi juga terhadap keluarganya yang mendapat ancaman fisik dan psikis dari pihak tertentu.
”Inilah kado DPR untuk Komisi Pemberantasan Korupsi agar kian gigih mengungkap perkara korupsi,” ucap Lukman Saifuddin dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (Jateng VI) yang juga anggota Panitia Kerja RUU PSK.
Sementara itu Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dalam pemandangan akhirnya mengharapkan UU ini nantinya bisa membuka tabir kasus suap yang banyak terjadi di lembaga kepolisian, kejaksaan, maupun peradilan.
Dengan berlakunya UU ini, maka pemerintah dalam waktu paling lambat satu tahun harus sudah membentuk sebuah lembaga yang secara khusus bertugas menangani soal ini.
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) adalah lembaga yang bertugas dan berwenang untuk memberikan perlindungan dan hak-hak lain kepada saksi dan/atau korban. Lembaga ini merupakan lembaga mandiri dan berkedudukan di ibu kota negara dan mempunyai perwakilan di daerah sesuai keperluan.
LPSK beranggotakan 7 orang yang terdiri dari unsur profesional di bidang HAM, kepolisian, kejaksaan, Departemen Hukum dan HAM, akademisi, advokat, atau LSM. Syarat anggota LPSK adalah tidak pernah dipidana yang ancaman pidananya lima tahun, berusia 40-65 tahun, berpendidikan S-1, berpengalaman di bidang hukum dan HAM paling singkat 10 tahun, dan memiliki integritas dan kepribadian tidak tercela.
Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaluddin dalam rapat paripurna ini menyatakan, dengan adanya UU ini, maka saksi akan mendapat perlindungan secara hukum lebih kuat. Dengan UU ini, maka saksi akan mendapat perlindungan lebih memadai dan aparat hukum seperti polisi, jaksa dan hakim harus bekerja lebih profesional.
Hamid menyatakan, dengan UU ini pula, maka masyarakat akan semakin termotivasi untuk menjadi saksi guna pengungkapan suatu perkara atau kasus yang ada di masyarakat.
Selain membahas persetujuan RUU Perlindungan Saksi dan Korban menjadi UU, rapat paripurna juga membahas mengenai usul pembentukan daerah baru dan pemakaran di sejumlah daerah.
© Copyright 2024, All Rights Reserved